Dalam hidup bersama, manusia mengenal istilah janji.
Ada berbagai bentuk janji.
- Ada yang muncul karena kemauan sendiri,
- ada janji yang muncul karena kemauan kedua belah pihak (kesepakatan),
- ada janji yang dibuat secara tertulis dan ada pula yang lisan.
Alasan mengapa orang membuat janji juga bermacam-macam.
Misalnya:
- karena rasa cinta atau belas kasih,
- karena rasa tanggung jawab,
- karena ingin memperbaiki situasi yang memprihatinkan menjadi situasi yang baik,
- karena ingin mewujudkan suatu cita-cita,
- karena ingin membahagiakan orang lain.
Janji yang telah diungkapkan atau diteguhkan membawa konsekuensi bagi orang yang berjanji atau bagi orang yang mengetahuinya.
Oleh karena itu janji harus ditepati dan dijalankan dengan setia. Pengingkaran terhadap janji akan mendatangkan kekecewaan, tetapi janji yang ditepati akan mendatangkan kebahagiaan dan rasa syukur, memperbesar kepercayaan, dan menumbuhkan ikatan persaudaraan yang lebih erat.
Allah juga pernah mengungkapkan janji-Nya kepada manusia.
Janji Allah itu muncul karena keprihatinan Allah terhadap situasi dosa yang melanda manusia (Kej 3: 1-15).
Hubungan manusia dengan sesama, lingkungan dan dengan Allah yang mulanya sangat harmonis di Taman Firdaus, menjadi rusak setelah manusia “memakan buah terlarang”.
Melihat situasi ini, Allah sungguh sedih dan prihatin. Namun Allah tidak ingin bila manusia terbelenggu oleh dosa.
Oleh karena itu, Ia mengungkapkan janji-Nya untuk menyelamat-kan manusia. Allah selalu setia terhadap janji-Nya, Ia meng-inginkan agar manusia benar-benar selamat.
Janji Allah itu terwujud/ digenapi dalam pribadi Putera-Nya, yaitu Yesus Kristus yang berkarya, wafat dan bangkit demi menebus dosa manusia.