Panggilan Hidup Berkeluarga menurut
Kitab Suci
Matius 19:1-6
1 “Setelah
Yesus selesai dengan pengajaran-Nya itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba
di daerah Yudea yang di seberang sungaiYordan.
2 Orang banyak
berbondong-bondong mengikuti Dia dan Iapun menyembuhkan mereka di sana. 3 Maka
datanglah orang-orangFarisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: “Apakahdiperbolehkan
orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?”
4 Jawab Yesus: “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia
yang menciptakanmanusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?
5 ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga
keduanya itu menjadisatu daging.
6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan
satu.Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”
Peneguhan
1)
Perkawinan itu
persekutuan cinta antara pria dan wanita yang secarasadar dan bebas menyerahkan
diri beserta segala kemampuannya untukselamanya. Dalam penyerahan itu suami
isteri berusaha makin salingmenyempurnakan dan saling membantu. Hanya dalam
suasana salingmenghormati dan menerima inilah, dalam keadaan manapun juga, persekutuan
cinta itu dapat berkembang hingga tercapai kesatuan hatiyang dicita-citakan.
2) Tuhan menghendaki
agar kesatuan antara suami dan istri tidakterceraikan, karena perkawinan
merupakan tanda kesetiaan Allahkepada manusia dan kesetiaan Kristus kepada
Gereja-Nya. Ataudengan kata lain: menjadi tanda kesetiaan cinta Allah kepada
setiaporang. Menjadi saksi akan kesetiaan perkawinan yang tak terceraikan ini
adalah salah satu tugas pasangan Kristiani yang paling genting saatini, di saat
dunia dikaburkan oleh banyak pandangan yang menurunkanderajat perkawinan,
seolah hanya pelampiasan keinginan jasmani semata. Jika pasangan suami istri
dan anak- anak hidup dalam kasih yang total, maka keluarga menjadi gambaran
nyata sebuah Gereja,sehingga tepatlah jika keluarga itu disebut sebagai Gereja
kecil atau ecclesia domestica. Sebab dengan menerapkan kasih seperti
teladan Kristus, keluarga turut mengambil bagian di dalam hidup dan misi Gereja
dalam membangun Kerajaan Allah.
Menurut Ajaran Gereja:
1) Arti dan Makna Keluarga
Keluarga adalah Sekolah Kemanusiaan yang kaya.
Akan tetapisupaya kehidupan dan perutusan keluarga dapat mencapai
kepenuhan,dituntut komunikasi batin yang baik, yang ikhlas dalam pendidikan anak.
Kehadiran ayah yang aktif sangat menguntungkan pembinaan anak-anak, perawatan
ibu di rumah juga dibutuhkan anak-anak dan seterusnya. (GS.52)
2) Tugas dan tanggung jawab seorang
suami/bapak
a) Suami
Sebagai Kepala Keluarga
Sebagai kepala keluarga suami harus bisa memberi nafkah lahir-batin
kepada istri dan keluarganya. Mencari nafkah adalah salah satu tugas pokok
seorang suami, sedapatnya tidak terlaludibebankan kepada isteri dan anak-anak.
Untuk menjamin nafkah ini sang suami hendaknya berusaha memiliki pekerjaan.
b) Suami
Sebagai Partner Istri
Perkawinan modern menuntut pola hidup partnership. Suami hendaknya
menjadi mitra dari istrinya. Pada masa sekarang ini banyak wanita yang menjadi
wanita karier. Kalau istri adalah wanita karier, maka perlulah suami menjadi
pendamping, penyokong dan pemberi
semangat baginya. Dalam kehidupan rumah tangga istri pasti mempunyai banyak tugas dan pekerjaan. Janganlah
membiarkan dia sendiri yang melakukannya, hanya karena sudah mempunyai
pembagian tugas yang jelas dalam rumah tangga. Banyak istri yang merasa
tertekan, merasa tidak diperhatikan lagi, karena apa saja yang dibuatnya tak pernah
masuk dalam wilayah perhatian suaminya.
c) Suami
Sebagai Pendidik
Orang sering berpikir dan melemparkan tugas mendidik anak-anak pada
istri/ibu, padahal anak-anak tetap memerlukan sosok ayah dalam pertumbuhan diri
dan pribadi mereka. Sosok ayah tak tergantikan.
3) Tugas dan tanggung jawab seorang istri/ibu
a) Istri
sebagai hati dalam keluarga
Suami adalah kepala keluarga, maka isteri adalah ibu keluarga yang
berperan sebagai hati dalam keluarga. Sebagai hati, istri menciptakan suasana
kasih sayang, ketenteraman, keindahan, dan keharmonisan dalam keluarga.
b) Istri
sebagai mitra dari suami
Sebagai mitra, istri dapat membantu suami dalam tugas dan kariernya.
Bantuan yang dimaksudkan di sini, seperti memberi sumbang saran dan dukungan
moril hal yang pertama lebih bersifat rasional dan yang kedua lebih bersifat
afektif. Dukungan moril yang bersifat afektif lebih berarti bagi suami.
c) Istri
sebagai pendidik
Istri/Ibu merupakan pendidik yang pertama dan utama dari anakanaknya. Hal
ini berarti bahwa ibu adalah pendidik ulung. Ada ungkapan bahwa “Surga berada
di bawah telapak kaki ibu” artinya adalah kita tidak boleh berani terhadap
orang tua terutama sekali kepada ibu kita.
4) Kewajiban Anak-anak Terhadap Orang Tua
- Kewajiban-kewajiban anak terhadap orang tuanya
tidak statis dan tidak selalu sama, melainkan dipengaruhi baik oleh
perkembangan maupun oleh situasi dan kondisi. Semakin hari, anak hendaknya
semakin mandiri. Orang tua makin lama makin tua membutuhkan anak-anaknya. Beberapa
hal dasar yang menjadi kewajiban anak terhadap orangtua adalah: mengasihi
orangtua, bersikap dan berperilaku penuh syukur, serta bersikap dan berperilaku
hormat kepada orangtua.
5) Membina hubungan kakak-adik
- Dalam keluarga masih ada saudara-saudara
(kakak-adik) yang mempunyai hubungan timbal balik sebagai anggota-anggota satu keluarga.
Hubungan ini memang bervariasi sesuai dengan masyarakat setempat.
- Dalam mengembangkan keluarga sebagai
persekutuan pribadi-pribadi, hubungan kakak-adik sebagai anggota-anggota
keluarga inti sangat penting. Hal-hal yang perlu dikembangkan dalam hubungan
kakak-adik adalah: kasih persaudaraan, saling membantu dan saling menghargai. Pengalaman
hidup bersama dan proses-proses awal dari sosialisasi untuk hidup bersama
berlangsung dalam keluarga di mana terdapat lebih dari satu anak (bdk.
Katekismus Gereja Katolik no. 2219).
- Kakak-adik tak hanya dididik oleh orang
tua, melainkan juga secara tidak langsung saling mendidik. Dengan bertengkar
dan berdamai kembali mereka belajar dan berlatih mengolah konflik yang termasuk
unsur hidup bersama (bdk. Katekismus Gereja Katolik no. 2219).
6) Cinta Kasih dan Komunikasi dalam Keluarga
a) Pentingnya cinta dalam hidup manusia
Kita bisa hidup dan berkembang sebagai manusia karena perhatian dan cinta yang kita terima dan alami dari
orang lain, dan karena cinta yang kita berikan kepada orang lain. Seluruh
ajaran dan perbuatan Kristen justru berdasarkan pada cinta. “Hendaklah kamu
saling mencintai seperti Aku telah mencintai kamu”. (Yoh 15:12). Cinta
membahagiakan orang dan memungkinkan manusia berkembang secara sehat dan
seimbang. Cinta yang jujur dan persahabatan sejati antarmanusia memungkinkan
perwujudan diri yang sehat dan seimbang, menghindar gangguan psikis, dapat menyembuhkan
orang yang menderita sakit jiwa. Jadi apabila manusia belajar memberikan cinta
dan menerima cinta, ia dapat sembuh dari perasaan kesepian dan banyak gangguan emosional.
Selain itu cinta adalah kekuatan aktif dalam diri manusia, kekuatan yang
mempersatukan manusia dengan sesamanya. Cinta yang demikian membiarkan manusia
tetap menjadi dirinya sendiri dan mempertahankan keutuhan sendiri. Dalam cinta
antara pria dan wanita, keduanya masing-masing dilahirkan kembali serta saling
mengembangkan diri. Keduanya dipanggil untuk saling mencintai secara paling
mesra dan intim. Keduanya saling memberi dan menerima secara fisik maupun psikis.
Keduanya adalah partner yang membutuhkan cinta dari yang lain untuk membahagiakan
satu sama lain.
b) Membina cinta dalam keluarga
Tujuan perkawinan pertama-tama ialah membina cinta kasih antara suami-isteri,
menjalin hubungan perasaan yang mesra antara kedua partner yang ingin hidup
bersama untuk selama-lamanya.
c) Cinta kasih yang menghargai teman hidup sebagai partner
Kebahagiaan di dalam hidup keluarga tidak terjadi secara otomatis. Setelah
mempelai menerima berkat di Gereja dan diresmikan perkawinannya, kebahagiaan
itu masih harus dibentuk dan dibangun, diwujudkan terus-menerus lewat perbuatan
nyata seharihari.
Maka cinta dalam hidup berkeluarga perlu dibangun agar bertumbuh dan
berkembang, perlu suasana “partnership” antara suami-isteri. Partnership
berarti persekutuan atau persatuan yang berdasarkan prinsip kesamaan
derajat, sehingga kedua-duanya menjadi “partner” yang serasi dalam
memperjuangkan kepentingan bersama.
d) Cinta kasih yang menyerahkan dirinya sendiri
Cinta kasih dalam hidup perkawinan sangat menuntut suatu sikap
penyerahan diri yang total, bukan hanya setengah-setengah saja. Kedua partner
harus saling menyerahkan diri kepada yang lain tanpa perhitungan untung rugi
bagi dirinya (tanpa pamrih) dalam bersama-sama membangun persatuan hidup,
membangun kebahagiaan keluarga dengan sumbangan yang berbeda, sesuai dengan
kodrat/peranannya masing-masing sebagai suami-isteri.
e) Komunikasi dalam Keluarga
Berkomunikasi berarti menyampaikan pikiran dan perasaan kita kepada
pihak lain. Berkomunikasi tentang hal-hal yang sama-sama diketahui dan
dirasakan akan terasa jauh lebih mudah dari pada mengenai bidang yang khas
dunia sendiri. Namun untuk mencapai
keserasian hubungan antar manusia, untuk mencapai saling pengertian,
justru yang paling perlu dikomunikasikan adalah dunia sendiri itu. Dunia suami,
dunia isteri, dunia anak-anak yang sering sangat berbeda. Maka dalam
berkomunikasi ada banyak hal yang harus diperhatikan, antara lain saling
mendengarkan dan saling terbuka.
(1) Mendengarkan
Semua orang yang tidak tuli bisa mendengarkan. Tetapi yang bisa
mendengar belum tentu pandai pula mendengarkan. Telinga bisa mendengar segala
suara, tetapi mendengarkansuatu komunikasi harus dilakukan dengan pikiran dan
hati serta segenap indra diarahkan kepada sipembicara.Banyak di antara kita
yang merasa bahwa mendengarkan itu tak enak, sebab memaksa kita untuk menunda
apa yang kita sendiri mau katakan. Betapa seringnya kita tidak mendengarkan
ketika orang lain berbicara, karena kita sibuk sendiri memikirkan apa yang mau
kita katakan. Mendengarkan dengan baik harus kita lakukan kalau betul-betul
ingin membangun keluarga yang harmonis.
(2) Keterbukaan
Penilaian seseorang tidak mutlak benar. Oleh karena itu sulit terjadi
komunikasi yang mengena dengan orang yang tidak dapat diubah dalam
penilaiannya, seakan-akan itu sudah fakta mutlak yang tidak bisa ditawar lagi.
Orang bisa begitu menutup diri terhadap masukan dari pihak lain yang bertentangan
dengan penilaian sendiri. Setiap orang boleh, bahkan sepatutnya mempunyai
sistem nilai, mempunyai keyakinan, mempunyai sikap, mempunyai pandangan, mempunyai
kepercayaan dan pendidikan. Tetapi ia tidak mempunyai kemauan berkomunikasi
kalau ia tertutup untuk mendengarkan, mencernakan masukan dari pihak lain. Orang
yang mau senantiasa tumbuh sesuai dengan zaman adalah orang yang terbuka untuk
menerima masukan dari orang lain, merenungkannya dengan serius, dan mengubah diri
bila perubahan dianggapnya sebagai pertumbuhan ke arah kemajuan. Ada pun
masukan dari pihak lain hanya terjadi melalui komunikasi dengan orang lain.
Anda sudah sering mengalami, betapa enaknya berbicara dengan orang yang mempunyai
sikap terbuka. Terbuka untuk menyatakan dan terbuka untuk mendengarkan. Terbuka
untuk menyatakan diri dengan jujur, terbuka pula untuk menerima orang lain sebagaimana
adanya. Keterbukaan tidak hanya menyangkut keyakinan dan pendirian mengenai
suatu gagasan. Keterbukaan dalam berkomunikasi untuk menuju pertumbuhan
melibatkan juga perasaan, seperti: kecemasan, harapan, kebanggaan, kekecewaan.
Dengan lain kata, diri kita seutuhnya. Anggota keluarga yang saling terbuka,
akan membangun keluarga yang sejahtera lahir-batin.