Selamat Datang

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Tuesday, September 10, 2019

PERKAWINAN KATOLIK


Ajaran Kitab Suci
tentang
Perkawinan dan Ajaran Gereja

Kejadian 2:18 – 25

18 TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” 19 Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. 20 Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. 21 Lalu TUHAN Allah membuat  manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. 22 Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. 23 Lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari lakilaki.” 24 Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. 25 Mereka keduanya telanjang,  manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.

Markus 10:2-12; (bdk Luk 16:18)

2 “Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: “Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?”: 3 Tetapi jawab-Nya kepada mereka: “Apa perintah Musa kepada kamu?” 4 Jawab mereka: “Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai.” 5 Lalu kata Yesus kepada mereka: “Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. 6 Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, 7 sebab itu lakilaki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, 8 sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. 9 Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” 10 Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu. 11 Lalu kata-Nya kepada mereka: “Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. 12 Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.”




Perkawinan menurut Kitab Hukum Kanonik

Dalam Kan 1055 diungkapkan paham dasar tentang perkawinan gerejawi.

Di sini dikatakan antara lain tentang:

A.  Perkawinan sebagai perjanjian; Gagasan  perkawinan sebagai perjanjian ini bersumber pada Konsili Vatikan II (GS 48), yang pada gilirannya menimba aspirasi dari Kitab Suci.

B.   Perkawinan sebagai perjanjian menunjuk segi-segi simbolik dari hubungan antara Tuhan dan umatnya dalam Perjanjian Lama (Yahwe dan Israel) dan Perjanjian Baru (Kristus dengan Gereja- Nya). Tetapi dengan perjanjian ingin diungkapkan pula dimensi personal dari hubungan suami-istri, yang mulai sangat ditekankan pada abad modern ini.

C.   Perkawinan sebagai kebersamaan seluruh hidup dari pria dan wanita; Kebersamaan seluruh hidup tidak hanya dilihat secara kuantitatif (lamanya waktu) tetapi juga kualitatif (intensitasnya). Kebersamaan seluruh hidup harus muncul utuh dalam segala aspeknya, apalagi kalau dikaitkan dengan cinta kasih.

D.  Perkawinan sebagai sakramen; Hal ini merupakan unsur hakiki perkawinan antara dua orang yang dibaptis. Perkawinan pria dan wanita menjadi tanda cinta Allah kepada ciptaan-Nya dan cinta Kristus kepada Gereja-Nya.




Perkawinan Menurut Ajaran Konsili Vatikan II

Dalam Gaudiumet Spes, no.48 dijelaskan bahwa
“perkawinan merupakan kesatuan mesra dalam hidup dan kasih antara pria dan wanita, yang merupakan lembaga tetap yang berhadapan dengan masyarakat”.

Karena itu, perkawinan bagi Gereja Katolik tidak sekedar ikatan cinta mesra dan hidup bersama yang diadakan oleh Sang Pencipta dan dilindungi hukum-hukum-Nya.

Perlu pula dilihat bahwa perkawinan menurut bentuknya merupakan suatu lembaga dalam hidup kemasyarakatan. Tanpa pengakuan sebagai lembaga, perkawinan semacam “hidup bersama” yang dipandang oleh masyarakat sebagai liar (kumpul kebo).

Perlu dilihat pula bahwa perkawinan menurut maksud dan intinya merupakan kesatuan hidup dari dua pribadi. Tidak ada perkawinan tanpa kebebasan yang ingin membangun kesatuan hidup itu. Perkawinan terwujud dengan persetujuan antara seorang pria dan wanita yang diungkap secara bebas, untuk membagi hidup satu sama lain.

Persetujuan itu mesti dinyatakan secara publik, artinya di hadapan saksi-saksi yang resmi diakui dan menurut aturan yang berlaku dalam lingkungan masyarakat.

No comments:

Post a Comment