etensi Dasar
1.6 Beriman kepada Allah melaluiKitab Suci dan Tradisi sebagai dasar iman Kristiani.
2.6 Responsif dan proaktif dalam mengembangkan pemahaman tentang ajaran Kitab Suci dan Tradisi sebagai dasar iman Kristiani.
3.6 Memahami Kitab Suci dan Tradisi sebagai dasar iman Kristiani.
4.6 Melakukan aktivitas tentang Kitab Suci dan Tradisi sebagai dasar iman Kristiani
2.6 Responsif dan proaktif dalam mengembangkan pemahaman tentang ajaran Kitab Suci dan Tradisi sebagai dasar iman Kristiani.
3.6 Memahami Kitab Suci dan Tradisi sebagai dasar iman Kristiani.
4.6 Melakukan aktivitas tentang Kitab Suci dan Tradisi sebagai dasar iman Kristiani
Pengantar
Sepanjang masa Allah senantiasa mewahyukan Diri. Pewahyuan Diri Allah pada dasarnya tertuju kepada semua manusia dari segala bangsa. Pewahyuan Diri Allah yang universal itu, ditanggapi dengan berbagai macam cara dan sikap. Dari sekian banyak bangsa manusia, ada satu kelompok bangsa yang menanggapi pewahyuan Diri Allah itu secara khas, yaitu bangsa Israel, yang sekaligus dipakai Allah untuk menjadi sarana dalam menyampaikan rencana penyelamatan-Nya, sebagaimana terungkap dalam Kitab-Kitab Perjanjian Lama.
Bagi umat beriman Kitab Suci memegang peranan yang sangat penting. Ia menjadi sumber tertulis yang utama untuk memahami karya penyelamatan Allah kepada manusia sepanjang zaman. Ia juga menjadi sumber referensi dan inspirasi untuk mengembangkan imannya. Karena kedudukan dan perannya yang sangat penting itu, maka setiap orang beriman perlu memahami Kitab Suci secara benar.
Pemahaman tersebut akan berpengaruh pada sikap dan tindakan orang beriman dalam mendudukkan dan memperlakukan Kitab Suci bagi kehidupan berimannya. Pemahaman yang benar itu menyangkut pemahaman tentang sejarah terjadinya, latar belakang atau konteks sejarah saat Kitab Suci itu disusun, latar belakang penulisnya, jenis sastra dalam penulisannya, isi dan maksud penulisannya.
Tradisi lisan sebagai sarana pewarisan Nilai-Nilai Luhur dalam masyarakat
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar berbagai macam legenda yang ada dalam masyarakat. Umumnya tidak pernah ada yang tahu, kapan legenda tersebut mulai muncul, sebab legenda tersebut awalnya diceritakan secara lisan dan secara turun temurun, hingga suatu saat ada orang-orang yang menuliskannya. Itulah sebabnya sering ditemui pula, legenda yang sama tetapi dalam penuturannya berbeda.
Dalam masyarakat terdapat banyak cara untuk memelihara dan meneruskan nilai-nilai luhur bagi generasi selanjutnya. Penerusan nilai nilai luhur tersebut dapat memakai sarana pantun, lagu, kebiasaan, atau cerita legenda.
===
[A]
KITAB SUCI PERJANJIAN LAMA
1) Makna istilah “Perjanjian Lama”
2) Jenis Sastra dalam Kitab Suci Perjanjian Lama
3) Klasifikasi jenis kitab dalam Kitab Suci Perjanjian Lama
4) Proses penyusunan Kitab Suci Perjanjian Lama
5) Kanonisasi Kitab Suci dan Kitab Deuterokanonika
6) Pentingnya Mempelajari Perjanjian Lama Bagi Kehidupan
Makna istilah “Perjanjian Lama”
Istilah “Perjanjian Lama” dipergunakan untuk membedakan dengan “Perjanjian Baru”. Dalam sejarah keselamatan, relasi manusia dengan Allah diikat dengan perjanjian, yang dalam Perjanjian Lama manusia diwakili oleh bangsa Israel, teristimewa melalui para pemimpin mereka. Perjanjian itu adalah perjanjian kasih yang menyelamatkan. Dalam perjanjian itu, Allah berjanji akan senantiasa menyelamatkan manusia, dan dari pihak manusia Allah menuntut kesetiaan.
Sayangnya kesetiaan Allah itu seringkali dibalas dengan ketidaksetiaan Israel. Maka Allah yang adalah setia tetap menjanjikan penyelamatan pada manusia dengan cara memperbaharui perjanjian melalui putraNya sendiri Yesus Kristus. Maka Perjanjian Lama menunjuk pada perjanjian antara manusia dengan Allah sebelum Kristus.
Walaupun “Perjanjian Lama” pada dasarnya belum sempurna dan telah ternodai, namun apa yang diungkapkan di dalamnya tetap penting, sebab ia mengungkapkan kepada manusia semua orang pengertian tentang Allah dan manusia serta cara-cara Allah yang adil dan rahim; bergaul dengan manusia. Meskipun juga mencantumkan hal-hal yang tidak sempurna dan bersifat sementara, Kitab- Kitab memaparkan cara pendidikan ilahiah yang sejati. Maka Kitab-Kitab itu mengungkapkan kesadaran hidup akan Allah, yang mencantumkan ajaran-ajaran yang luhur tentang Allah serta kebijaksanaan yang menyelamatkan tentang perikehidupan manusia, pun juga perbendaharaan doa-doa yang menakjubkan. Dan terutama, karena di dalamnya memuat janji kedatangan Kristus Penebus, mempersiapkan warta, Kerajaan Allah, yang dinyatakan dalam nubuat-nubuat (lihat Lukas 24:44 Yohanes 5:39; 1Petrus 1:10), dengan pelbagai lambang (lih. 1Korintus 10:11).
Ini pula yang menjadi dasar Paulus ketika ia mengatakan: “Tetapi pikiran mereka telah menjadi tumpul, sebab sampai pada hari ini selubung ini masih tetap menyelubungi mereka, jika mereka membaca Perjanjian Lama itu tanpa disingkapkan, karena hanya Kristus saja yang dapat menyingkapkannya (2 Korintus 3:14). Maka “perjanjian lama” hanya mungkin dipahami bila kita juga memahami “perjanjian baru” dalam Kristus.
Jenis sastra dalam Kitab Suci Perjanjian Lama
Klasifikasi jenis kitab dalam Perjanjian Lama
1. Kejadian
2. Keluaran
3. Imamat
4. Bilangan
5. Ulangan
Beberapa bagian Kitab Suci disampaikan dalam kesusastraan yang berbentuk bentuk legenda; misalnya Kej 1:1-31.
Dokumen Konsili vatikan II tentang Wahyu Ilahi (Dei Verbum) menjelaskan bahwa untuk menafsirkan Perjanjian Lama secara benar, salah satunya adalah memperhatikan “Jenis sastra”. “Sebab dengan cara yang berbeda-beda kebenaran dikemukakan dan diungkapkan dalam nas-nas yang dengan aneka cara bersifat historis, atau profetis (ramalan/nubuat), atau poetis, atau dengan jenis sastra lainnya.
Secara garis besar Kitab Suci Perjanjian Lama memuat dua bagian besar, yakni Kitab Prasejarah dan Kitab Sejarah. Kitab Prasejarah, mulai dari Kisah Penciptaan sampai dengan Menara Babel (Kejadian 1-11), sedangkan Kitab Sejarah Israel mulai dari Abraham yang hidup sekitar tahun 2000/1800 sebelum Masehi sampai menjelang Yesus Kristus. Namun, sejarah yang ditulis dalam Perjanjian Lama lebih merupakan sejarah iman.
Kitab Suci Perjanjian Lama dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok yaitu: Pentateukh (Taurat), Kitab-Kitab Sejarah, Kitab- Kitab Kebijaksanaan dan Sesembahan atau Pujian dan Kitab- Kitab Para Nabi.
Taurat1. Kejadian
2. Keluaran
3. Imamat
4. Bilangan
5. Ulangan
Sejarah
1. Yosua
2. Hakim-Hakim
3. Rut
4. 1 Samuel
5. 2 Samuel
6. 1 Raja-Raja
7. 2 Raja-Raja
8. 1 Tawarikh
9. 2 Tawarikh
10. Ezra
11. Nehemia
12. 1 Makabe*
13. 2 Makabe*
14. Tobit*
15. Yudit*
16. Ester*
1. Yosua
2. Hakim-Hakim
3. Rut
4. 1 Samuel
5. 2 Samuel
6. 1 Raja-Raja
7. 2 Raja-Raja
8. 1 Tawarikh
9. 2 Tawarikh
10. Ezra
11. Nehemia
12. 1 Makabe*
13. 2 Makabe*
14. Tobit*
15. Yudit*
16. Ester*
Kebijaksanaan
1. Ayub
2. Mazmur
3. Amsal
4. Pengkotbah
5. Kidung Agung
6. Putra Sirakh*
7. Kebijaksanaan Salomo*
1. Ayub
2. Mazmur
3. Amsal
4. Pengkotbah
5. Kidung Agung
6. Putra Sirakh*
7. Kebijaksanaan Salomo*
Para Nabi
1. Yesaya
2. Yeremia
3. Ratapan Yeremia
4. Barukh*
5. Yehezkiel
6. Daniel
7. Hosea
8. Yoel
9. Amos
10. Obaja
11. Yunus
12. Mikha
13. Nahum
14. Habakuk
15. Zefanya
16. Hagai
17. Zakaria
18. Maleakhi
1. Yesaya
2. Yeremia
3. Ratapan Yeremia
4. Barukh*
5. Yehezkiel
6. Daniel
7. Hosea
8. Yoel
9. Amos
10. Obaja
11. Yunus
12. Mikha
13. Nahum
14. Habakuk
15. Zefanya
16. Hagai
17. Zakaria
18. Maleakhi
Tanda (*) merupakan bagian dari Deuterokanonika
Proses Penyusunan Kitab Suci Perjanjian Lama
Proses Penyusunan Kitab Suci Perjanjian Lama
Antara tahun 1800 - 1600 S.M.:
Zaman Bapa-bapa bangsa (Abraham–Ishak–Yakub). Periode ini adalah awal sejarah bangsa Israel yang dimulai dari panggilan Abraham sampai dengan kisah tentang Yakub. Dalam tahun inilah Bapa-bapa bangsa hidup. Sebagian kisah mereka tersimpan dalam Kej 12 - 50. Kisah ini kemudian diteruskan secara lisan turun temurun.
Antara tahun 1600 - 1225 S.M.:
Kisah bangsa Israel mengungsi ke Mesir, perbudakan di Mesir, pembebasan dari Mesir sampai Perjanjian di Sinai. Kisah-kisah tersebut juga masih disampaikan secara lisan. Mungkin sekali 10 perintah Allah dalam rumusan yang pendek sudah ditulis pada masa ini sebagai pedoman hidup.
Antara tahun 1225 - 1030 S.M.:
Perebutan tanah Kanaan dan zaman Hakim-Hakim. Pada periode ini, bangsa Israel merebut tanah Kanaan yang diyakini sebagai Tanah Terjanji di bawah pimpinan Yosua dan kehidupan bangsa Israel di tanah yang baru di bawah para tokoh yang diberi gelar Hakim. Hakim-hakim itu antara lain adalah Debora, Simson, dan sebagainya. Di samping cerita pada masa ini, juga sudah terdapat beberapa hukum.
Antara tahun 1030 - 930 S.M.:
Periode Raja-Raja. Pada periode ini, bangsa Israel memasuki tahap baru dalam kehidupannya. Mereka mulai menganut sistem kerajaan yang diawali dengan raja Saul, kemudian digantikan oleh raja Daud dan diteruskan oleh raja Salomo, putra Daud. Pada masa inilah bangsa Israel menjadi cukup terkenal dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Pada zaman raja Saul, Daud, dan Salomo, bagian-bagian Kitab Suci Perjanjian Lama mulai ditulis. Misalnya, kisah penciptaan manusia, manusia jatuh dalam dosa dan akibatnya, bapa-bapa bangsa, kisah para raja, beberapa bagian Mazmur, dan hukum-hukum.
Antara tahun 930 - 722 S.M.:
Kerajaan Israel dan Yahuda. Sesudah raja Salomo wafat, kerajaan Israel terpecah menjadi dua, yaitu kerajaan Utara (Israel) dan kerajaan Selatan (Yehuda). Kerajaan Utara hanya berlangsung sampai tahun 722 S.M. Pada periode ini dilanjutkan dengan penulisan Kitab-kitab Suci Perjanjian Lama yang melengkapi cerita-cerita Kitab Taurat Musa serta beberapa tambahan hukum. Di samping itu, pada periode ini mulai muncul pewartaan para nabi dan kisah para nabi seperti Elia dan Elisa, Hosea, Amos. Beberapa bagian pewartaan para nabi mulai ditulis. Pada masa ini, beberapa kumpulan hukum perjanjian mulai diterapkan dan ditulis. Kita dapat membacanya dalam kitab Ulangan.
Antara tahun 722—587 S.M.:
Kerajaan Yehuda masih berlangsung sesudah kerajaan Israel jatuh. Kerajaan Yehuda atau Yuda masih tetap berdiri kokoh sampai akhirnya mereka dibuang ke Babilon pada tahun 587 S.M. Pada masa ini beberapa tradisi tertulis tentang kisah bapa-bapa bangsa mulai disatukan. Demikian juga, pewartaan para nabi mulai ditulis dan sebagian diteruskan dalam bentuk lisan. Pada masa ini juga muncul tulisan tentang sejarah bangsa Israel, beberapa bagian dari Mazmur, dan Amsal.
Antara tahun 586 - 539 S.M.:
Zaman pembuangan Babilon. Orang-orang Israel yang berasal dari Kerajaan Yuda hidup di pembuangan Babilon atau Babel selama kurang lebih 50 tahun. Pada masa ini, penulisan Kitab Sejarah dilanjutkan. Muncul pula tulisan yang kemudian kita kenal dengan kitab Ratapan. Demikian pula halnya dengan nabi-nabi, pewartaan para nabi sebelum pembuangan ditulis pada masa ini. Pada periode ini juga muncul para imam yang menuliskan hukum-hukum yang sekarang masuk dalam kitab Imamat.
Antara tahun 538 - 200 S.M:
Sesudah pembuangan, bangsa Israel diizinkan pulang kembali ke tanah airnya oleh raja Persia yang mengalahkan Kerajaan Babilon. Pada masa ini kelima kitab Taurat telah diselesaikan. Juga kitab-kitab Sejarah Yosua, Hakim-hakim, 1-2Samuel, dan Raja-raja sudah selesai ditulis. Kitab-kitab para nabi pun sudah banyak yang diselesaikan Dari ratusan nyanyian, akhirnya dipilih 150 mazmur yang kita terima sampai sekarang. Pada masa ini muncul pula beberapa tulisan Kebijaksanaan.
Dua abad terakhir:
Pada masa ini ditulislah kitab-kitab seperti: Daniel, Ester, Yudith, Tobit, 1, 2 Makabe, Sirakh dan Kebijaksanaan Salomo.
Kanonisasi Kitab Suci dan Kitab Deuterokanonika
Kata “kanon” berasal dari bahasa Yunani “canon”, yang artinya: norma, ukuran atau pedoman. Kitab-kitab yang terdapat dalam kanon disebut kitab-kitab kanonik. Kitab-kitab yang diakui sebagai kanonik tersebut diakui resmi sebagai Kitab Suci dan dijadikan patokan atau norma iman mereka.
Kitab-kitab Perjanjian Lama pada awalnya ditulis dalam bahasa Ibrani (Hebrew), tetapi setelah orang-orang Yahudi terusir dari tanah Palestina dan akhirnya menetap di berbagai tempat, mereka kehilangan bahasa aslinya, banyak keturunan mereka tidak lagi bisa menggunakan bahasa Ibrani, dan mulai berbicara dalam bahasa Yunani (Greek) yang pada waktu itu merupakan bahasa internasional. Oleh karena itu banyak diantara mereka membutuhkan terjemahan seluruh Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani. Kebetulan pada waktu itu di Alexandria berdiam sejumlah besar orang Yahudi yang berbahasa Yunani. Selama pemerintahan Ptolemius II Philadelphus (285 - 246 SM) proyek penterjemahan dari seluruh Kitab Suci orang Yahudi ke dalam bahasa Yunani dimulai oleh 70 atau 72 ahli-kitab Yahudi (mereka adalah wakil dari ke 12 suku bangsa Israel, dan tiap suku diwakili 6 orang).
Terjemahan ini diselesaikan sekitar tahun 250 - 125 SM dan disebut Septuagint, yaitu dari kata Latin yang berarti 70 (LXX), sesuai dengan jumlah penterjemah. Kitab ini sangat populer dan diakui sebagai Kitab Suci resmi (kanon Alexandria) bagi kaum Yahudi yang terusir, yang tinggal di Asia Kecil dan Mesir. Pada waktu itu bahasa Ibrani nyaris mati dan orang-orang Yahudi di Palestina umumnya berbicara dalam bahasa Aram.
Pada sekitar tahun 100 Masehi, para rabbi (imam Yahudi) berkumpul di Jamnia, Palestina (mungkin sebagai reaksi terhadap Gereja). Dalam konsili Jamnia ini mereka menetapkan empat kriteria untuk menentukan kanon Kitab Suci mereka yaitu ditulis dalam bahasa Ibrani, sesuai dengan Kitab Taurat, lebih tua dari zaman Ezra (sekitar 400 SM), ditulis di Palestina.
Atas kriteria-kriteria di atas mereka mengeluarkan kanon baru untuk menolak tujuh buku dari kanon Alexandria, yaitu seperti yang tercantum dalam Septuagint, yaitu: Tobit, Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Barukh, 1 Makabe, 2 Makabe, berikut tambahan-tambahan dari kitab Ester dan Daniel. (Catatan: Surat Nabi Yeremia dianggap sebagai pasal 6 dari kitab Barukh). Hal ini dilakukan semata-mata atas alasan bahwa mereka tidak dapat menemukan versi Ibrani dari kitab-kitab yang ditolak di atas.
Gereja tidak mengakui konsili rabbi-rabbi Yahudi ini dan tetap terus menggunakan Septuagint. Pada konsili di Hippo tahun 393 Masehi dan konsili Kartago tahun 397 Masehi, Gereja Katolik secara resmi menetapkan 46 kitab hasil dari kanon Alexandria sebagai kanon bagi Kitab-kitab Perjanjian Lama. Selama enam belas abad, kanon Alexandria diterima secara bulat oleh Gereja. Masing-masing dari tujuh kitab yang ditolak oleh konsili Jamnia, dikutip oleh para Bapa Gereja (diantaranya: St. Polycarpus, St. Irenaeus, Paus St. Clement, dan St. Cyprianus ) sebagai kitab-kitab yang setara dengan kitabkitab lainnya dalam Perjanjian Lama. Tujuh kitab berikut dua tambahan kitab yang ditolak tersebut dikenal oleh Gereja sebagai Deuterokanonika (=termasuk kanon kedua) yang artinya kira-kira: “disertakan setelah banyak diperdebatkan”.
Mengingat isi Perjanjian Lama yang sangat penting itu, maka membaca dan mendalami Kitab Perjanjian Lama merupakan keharusan. Mengapa?
Pertama, dengan mempelajari Perjanjian Lama, kita akan melihat bagaimana Allah secara terus- menerus dan dengan setia menyatakan Diri-Nya untuk dikenal; dan bagaimana bangsa Israel menanggapi pewahyuan Allah itu. Hubungan timbal-balik antara Allah dengan bangsa Israel tersebut dapat menjadi cermin bagi manusia yang hidup zaman sekarang dalam membangun relasi yang lebih baik dengan Allah.
Kedua, Kitab Suci Perjanjian Lama bukan buku yang pertama-tama hendak menguraikan fakta-fakta sejarah, melainkan dan terutama hendak mengungkapkan Allah yang berfirman, yang menyampaikan rencana dan tindakan penyelamatan kepada manusia. Perjanjian Lama adalah Firman Allah. Karena Firman Allah, maka manusia diminta untuk mau mendengarkan dan menjalankan apa yang difirmankan-Nya.
Ketiga, beberapa bagian kitab Perjanjian Lama berisi nubuat-nubuat tentang Juru Selamat yang dijanjikan Allah, yang digenapi dalam diri Yesus Kristus. Oleh karena itu, pemahaman diri Yesus Kristus sebagai penggenapan janji Allah dapat sepenuhnya dipahami bila kita mempelajari Perjanjian Lama.
Keempat, Yesus sendiri sebagai orang Yahudi mendasarkan pengajaran- Nya dari Kitab Perjanjian Lama. Ia tidak meniadakan Perjanjian Lama, melainkan meneguhkan dan sekaligus memperbaharuinya.