Salah
satu keragaman bangsa Indonesia adalah agama. Fakta sejarah sudah membuktikan
bahwa agama bisa menjadi masalah, salah satunya adalah konflik antar warga. Karena itu, salah satu
tuntutannya adalah bersikap terbuka, yang ditandai dengan mengenal dam memahami
kekhasan agama lain. Hal ini akan mewujudkan dialog.
Memahami
dan mengenal agama lain membutuhkan ketulusan, kearifan dan keterbukaan hati
yang tinggi. Bukan tujuannya untuk membandingkan, tetapi menghormati dan
menghargai. Sikap membandingkan akan menjerumus pada perendahan atau pelecehan
iman orang lain.
1.
Berbagai
Agama di Indonesia dan Kekhasannya
Kata
“agama” berasal dari bahasa Sansekerta, yang berarti peraturan tradisi, ajaran.
Jadi, agama diartikan sebagai kumpulan aturan atau ajaran. Selain agama, ada
istilah lain, yaitu “religi” (Latin: religio, re-ligare), yang berarti mengikat
kembali. Maksudnya, ikatan manusia dengan Tuhan. Indonesia mengakui 6 agama.
(a) Agama Islam
Kata
“islam” berasal dari bahasa Arab, Aslama, yang artinya “untuk menerima,
menyerah atau tunduk.” Kata ini kemudian diturunkan dari akar kata salam yang berarti “damai”. Jadi, islam
dapat diartikan “orang yang berserah diri kepada Allah.” Kepercayaan dasar
islam terdapat pada 2 kalimat shahadat: “Laa
ilaha illallah, Muahammadur Rasulullah” (artinya: Tiada Tuhan selain Allah,
Muhammad adalah utusan Allah).
Ada 5 rukun islam, yaitu
lima pilar yang menyatukan muslim sebagai sebuah komunitas. Kelima rukun islam
itu adalah: mengucapkan dua kalimat syahadat, shalat 5 waktu, puasa pada bulan
ramadhan, zakat dan menunaikan ibadah haji.
Kitab Suci islam adalah Al
Quran, yang diwahyukan Allah kepada Muhammad melalui perantaraan Malaikat
Jibril. Muhammad merupakan nabi terakhir. Selain Al Quran, umat islam juga
mengakui hadits, yakni kumpulan
perkataan, perbuatan, ketetapan maupun persetujuan Muhammad.
(b) Agama Hindu
Hindu
berakar dari kata Sindhu (Bahasa
Sanskerta), merujuk pada masyarakat yang hidup si Sungai Sindhu. Agama Hindu
bukan agama politeisme. Dalam agama Hindu Dewa bukanlah Tuhan. Menurut umat
Hindu, Tuhan itu Maha Esa.
Ada 5 keyakinan dan
kepercayaan, yang disebut Pancasradha, yang
merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelimanya adalah
@
Widhi Tattwa: percaya pada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya
@
Atma Tattwa: percaya adanya jiwa dalam setiap makhluk
@
Karmaphala Tattwa: percaya adanya hukum sebab akibat
@
Punarbhawa Tattwa: percaya adanya proses kelahiran kembali
@ Moksa tattwa: percaya
bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia
Kitab Suci Hindu memuat
nilai-nilai spiritual keagamaan lengkap dengan tuntutan dalam kehidupan di
jalan dharma. Kitab suci Hindu adalah Weda, Upanishad, Tantra, Agama dan Purana
serta kedua Itisha, yaitu Ramayana dan Mahabharata.
(c) Agama Buddha
Tokoh
historisnya adalah Siddharta Gautama. Di tengah gemerlapan kemewahan hidup,
Siddharta melihat kenyataan kehidupan yang penuh penderitaan, dan menarik
kesimpulan bahwa pada hakikatnya kehidupan nyata adalah kesengsaraan yang tak
dapat dihindari. Siddharta kemudian meninggalkan kemewahannya dan menjadi
petapa.
Di bawah pohon bodhi, Siddharta berkaul tidak akan
pernah meninggalkan posisinya sampai ia menemukan kebenarannya. Pada usia 35
tahun ia mencapai pencerahan, sehingga ia dinamakan Buddha Gautama, yang berarti
“ia yang sadar”.
Inti ajaran Buddha mengenai
hidup manusia tercantum dalam Catur Arya Satya (empat kebenaran/kasunyataan
mulia):
(1) Dukha-Satya : hidup dalam segala bentuk adalah derita
(2) Samudaya-Satya : penderitaan karena keinginan dan nafsu
(3) Nirodha-Satya : derita dapat dilenyapkan (moksha) dan mencapai nirvana dengan
membuang segala keinginan dan nafsu
(4) Marga-Satya : jalan menuju pelenyapan derita ada 8
jalan utama (asta arya marga), yaitu
keyakinan benar, pikiran benar, perkataan benar, perbuatan benar, penghidupan
benar, daya upaya benar, perhatian benar dan samadi benar
(d) Agama Protestan
Protestan
adalah sebuah aliran dalam agama Kristen, yang muncul setelah protes Martin
Luther pada 1517. Kata “protestan” merujuk pada umat Kristen yang menolak
ajaran maupun otoritas Gereja Katolik. Bahasa halusnya adalah reformasi. Hal
ini dimaklumi karena awalnya terjadi di kalangan Gereja Katolik.
Sebelum Luther, sudah ada
gerakan reformasi. Peter Waldo di Perancis pada abad XII yang dikenal dengan
nama Gereja Waldensis, dan Yohanes Hus di Bohemia pada abad XIV yang dikenal
dengan Gereja Calvinis.
Protestanisme memiliki ciri
sebagai berikut:
(1) Gereja
diadakan oleh rahmat Tuhan, oleh pilihan, sabda, sakramen dan anugerah iman
(2) Kitab
Suci adalah satu-satunya sumber ajaran dan susunan Gereja. Sola scriptura adalah prinsip formal protestanisme. Alkitab
menerangkan sendiri artinya kepada pembacanya sehingga Gereja tak berwenang
memberi tafsiran otentik.
(3) Pembenaran
orang semata-mata karena rahmat ilahi (sola
gratia)
(4) Sabda
ilahi adalah satu-satunya sarana rahmat yang dapat berbentuk Alkitab, kotbah
dan pembicaraan rohani.
(5) Imamat
umum semua umat yang diakui. Pendeta dan awam berbeda menurut fungsi tanpa
perbedaan rohani.
Sekalipun dibedakan, Gereja
Katolik dan Gereja Protestan memiliki banyak kesamaan. Keduanya mengakui Allah
yang sama, para nabi, Kitab Suci dan syahadat yang sama. Namun tak menutup juga
ada perbedaan di antara keduanya, seperti:
KATOLIK
|
PROTESTAN
|
Tekanan
ada pada sakramen dan segi sakramen dari karya Allah
|
Tekanan
pada sabda/ pewartaan dan pada segi misteri karya keselamatan Allah
|
Kultis,
mementingkan kurban
|
Profetis,
berpusat pada sabda
|
Relasi
dgn Gereja menentukan hubungan dgn Kristus
|
Relasi
dgn Kristus menentukan hubungan dgn Gereja
|
Gereja
bersifat hierarkis
|
Segala
pelayanan gerejawi adalah ciptaan manusia
|
Kitab
Suci dibaca dan dipahami di bawah pimpinan hierarki
|
Setiap
orang membaca dan mengartikan Kitab Suci
|
Jumlah
Kitab Suci 73, termasuk Deuterokanonika
|
Jumlah
Kitab Suci 73, termasuk tanpa Deuterokanonika
|
Ada
7 sakramen
|
Ada
2 sakramen
|
Ada
devosi kepada para kudus
|
Menolak
devosi para kudus
|
Karena kurangnya instansi
yang dapat mengambil keputusan mengikat, maka sering terjadi perbedaan
pandangan di protestanisme yang berdampak pada perpecahan. Setidaknya ada 9 aliran
protestanisme, yaitu Methodis, Lutheran, Anglikan, Calvinis, Pentakostal,
Gereja Baptis, Karismatik, Presbyterian dan Anabaptis. Di dalam aliran itu
masih ada dedominasinya.
(e) Agama Konghucu
Nama
Khonghucu diambil dari nama Sang Nabi Khongcu, yang lahir pada 27 Agustus 551
SM di negeri Lu (sekarang jazirah Shandong). Awalnya agama ini diberi nama Ru
Jiao, yang berarti ajaran/agama untuk berbakti bagi kaum lembut budi pekerti
dengan mengutamakan perbuatan baik.
Intisari ajaran Khonghucu
adalah sebagai berikut:
(1) Delapan
Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui):
a. Sepenuh
iman kepada Tuhan yang Maha Esa
b. Sepenuh
iman menjunjung kebajikan
c. Sepenuh
iman menegakkan firman gemilang
d. Sepenuh
iman percaya adanya nyawa dan roh
e. Sepenuh
iman memupuk cita bakti
f. Sepenuh
iman mengikuti Genta Rohani Nabi Khongcu
g. Sepenuh
iman memuliakan kitab Si Shu dan Wu Jing
h. Sepenuh
iman menempuh jalan suci
(2) Lima
Sifat Kekekalan (Wu Chang):
a. Ren
– cinta kasih
b. Yi –
kebenaran/keadilan/kewajiban
c. Li –
kesusilaan, kepantasan
d. Zhi
– bijaksana
e. Xin
– dapat dipercaya
(3) Lima
hubungan Sosial (Wu Lun):
a. Hubungan
antara pimpinan dan bawahan
b. Hubungan
antara suami dan isteri
c. Hubungan
antara orangtua dan anak
d. Hubungan
antara kakak dan adik
e. Hubungan
antara kawan dan sahabat
(4) Delapan
kebajikan (Ba De):
a. Xiao
– laku bakti
b. Ti –
rendah hati
c. Zhong
– Satya
d. Xin
– dapat dipercaya
e. Li –
Susila
f. Yi –
bijaksana
g. Lian
– suci hati
h. Chi
– tahu malu
i. Zhong
Shu – satya dan tepa selira/tahu menimbang
Berdasarkan Kitab Zhong
Yong, agama adalah bimbingan hidup karunia Tuhan yang Maha Esa agar manusia
mampu membina diri hidup dalam jalan suci, yakni hidup menegakkan firman Tuhan.
(f) Agama Asli Nusantara
Agama asli nusantara adalah
agama tradisional yang sudah ada jauh sebelum agama Hindu dan Buddha masuk ke
Indonesia. Setiap daerah memiliki agama atau kepercayaan asli. Masuknya
agama-agama luar, ditambah dengan tekanan politik, membuat agama asli nusantara
ini terpinggirkan dan ada yang hilang.
Beberapa agama asli
nusantara yang masih eksis: Sunda Wiwitan
(di Kanekes, Lebak dan Banten), Madrais
(di Cigugur, Kuningan Jawa Barat), Buhun
(di Jawa Barat), Kejawen (di Jawa
Tengah dan Timur), Parmalim (di
Batak), Kaharingan (di Kalimantan), Tonaas
Walian (di Minahasa), Wetu Telu (di
Lombok), Naurus (di Pulau Seram,
Maluku), dan Tolottang (di Sulawesi
Selatan)
Banyak orang melihat bahwa
agama asli nusantara ini bersifat animis atau penyembah berhala. Karena itu,
agama-agama ini tidak diakui sebagai agama dengan hak-hak sebagaimana biasanya.
2.
Orang
Kristen Menempatkan Diri terhadap Umat Beragama Lain
Orang
Kristen hidup dalam masyarakat yang heterogen. Berhadapan dengan umat beragama
lain, ada beberapa dasar sikap kita. Pertama,
hanya Allah sumber cinta kasih dalam kehidupan. Rasul Paulus dalam suratnya
menegaskan bahwa cinta kasih Allah bukan monopoli sekelompok orang. Karena itu,
setiap orang dipanggil untuk menjadi saudara (Rm 2: 1 – 16). Tindakan
menghakimi keyakinan orang lain berarti mereduksi kekayaan kemurahan, kesabaran
dan kelapangan hati Allah.
Kedua,
Kristus
mengutus Gereja untuk hidup di dunia. Sejak Konsili Vatikan II, terhadap umat
lain Gereja Katolik menempatkan dirinya sebagai rekan seperjalanan menuju
kepada Allah. Dalam kebersamaan itu Gereja diminta untuk memperlihatkan dan
menyalurkan cinta kasih Allah kepada umat lain (Ad Gentes no 10 – 11). Dengan
kata lain, umat Katolik diminta untuk memberi kesaksian, agar dengannya orang
lain mampu mengucapkan syukur atas hidupnya kepada Allah.
Selain itu, kehadiran di
tengah masyarakat menjadi ajang perutusan untuk mewartakan Kristus. Pewartaan
itu tidak hanya sebatas verbal saja, melainkan dengan sikap dan perbuatan, agar
dengannya orang bisa mengenal Kristus.
Berikut ini cara Gereja
menghayati dirinya sebagai rekan seperjalanan bagi umat beragama lain:
(a) Gereja
menempatkan diri sebagai bagian dari masyarakat (bdk. Nostra Aetate, art 1)
(b) Gereja
membuka diri untuk mengenal dengan tulus cara hidup dan ajaran-ajaran agama
lain (bdk. Nostra Aetate, art 2)
(c) Gereja
membuka diri untuk berbagi dalam kesadaran akan perutusan Allah di dunia (bdk.
Nostra Aetate, art 2)
(d) Gereja
berdialog untuk membangun dan memaknai kehidupan bersama (bdk. Nostra Aetate,
art 2)
(e) Gereja
belajar dari sejarah untuk membangun kehidupan yang lebih baik (bdk. Nostra
Aetate, art 3)
(f) Gereja
membangun persaudaraan semesta tanpa diskriminasi (bdk. Nostra Aetate, art 5)
Perlu disadari perjumpaan
dengan umat lain dengan berbagai aktivitas di atas tidak membuat umat Katolik
kehilangan identitasnya sebagai murid Kristus. Justru perjumpaan itu justru
membuat kita semakin setia.
3.
Umat
Katolik Menghargai dan Menghormati Kekhasan Agama-agama
Sudah
ditegaskan bahwa Gereja menghargai dan menghormati dengan tulus kekhasan agama
lain. Sikap ini tidak berarti menerima begitu saja apa yang benar dan suci dari
agama lain untuk menggantikan yang diyakini sebagai kebenaran oleh Gereja.
Bahkan Gereja tetap berkewajiban mewartakan Kristus, yang adalah “Jalan,
Kebenaran dan hidup”.
Dalam berdialog dan bekerja
sama dengan umat agama lain, di satu pihak Gereja tetap memberi kesaksian
tentang iman dan peri hidup kristiani; dan di lain pihak berani mengakui,
memelihara dan mengembangkan kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai
sosio-budaya dari agama lain.
Selain itu dalam menjalin
relasi dengan umat agama lain umat katolik harus mengembangkan sikap kasih dan
pengampunan. Namun sikap kasih ini tidak berarti mengorbankan kebenaran
No comments:
Post a Comment