Selamat Datang

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Wednesday, October 30, 2019

MENGUPAYAKAN PERSATUAN BANGSA

 

Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman, baik suku, agama, ras maupun antar golongan. Keragaman ini merupakan kekayaan yang menjadi kebanggaan. Akan tetapi, keragaman ini justru sering menjadi masalah. Nilai-nilai persatuan dan kesatuan yang menjadi dasar dan kekuatan bangsa telah terkikis oleh egoisme dan fanatisme sempit. Hal inilah yang sering menimbulkan kerusuhan-kerusuhan yang bernuansa suku dan agama.
 
1.    Keprihatinan Hidup Berbangsa dan Bernegara
Dalam sidang agung Gereja Katolik Indonesia di Bogor pada 16 – 20 November 2005, terungkap realitas bangsa Indonesia, yang menjadi keprihatinan bersama. Secara ringkas ada 17 pokok masalah:
a)   Keretakan hidup berbangsa dan formalisme agama
b)   Otonomi daerah dan masyarakat adat
c)   Korupsi (masalah budaya)
d)   Korupsi (masalah lemahnya mekanisme kontrol)
e)   Kemiskinan
f)     Pengangguran
g)   Kriminalitas/premanisme
h)   Perburuhan
i)     Pertanian
j)     Lingkungan hidup (berkaitan dengan hutan)
k)   Lingkungan hidup (berkaitan dengan non hutan)
l)     Pendidikan formal: dasar – menengah
m)  Pendidikan formal: pendidikan tinggi
n)   Pendidikan non formal: pendidikan (dalam) keluarga
o)   Pendidikan non formal: kaum muda (termasuk masalah narkoba)
p)   Kesehatan
q)   Kekerasan dalam rumah tangga dan kesetaraan gender
Ketujuh belas keprihatinan ini dilihat sebagai ketidakadaban publik, dan disadari bahwa Gereja terlibat juga di dalamnya. Gereja di sini harus dipahami sebagai Umat Allah (Lumen Gentium no. 9). Hal ini menunjukkan bahwa Gereja belum memperlihatkan komitmen jelas untuk mengembangkan kehidupan yang lebih baik, sebagaimana diteladankan oleh Tuhan Yesus. Dengan kata lain, Gereja masih dikuasai habitus lama.
Habitus lama bisa digambarkan sebagai berikut: keadaan dimana tidak membiasakan diri untuk membaca realitas sosial secara kritis, memecahkan persoalan secara serampangan karena cari aman, bermental instan, cari enak dan selamat; merasa tak berdaya karena minoritas, terjebak pada pemisahan rohani – profan; dan lebih banyak mengkritik daripada berbuat, sombong serta lebih banyak berjuang untuk kelompok (suku, agama, ras).
 
2.    Perjuangan Gereja Mengupayakan Perdamaian dan Persatuan Bangsa
Keprihatinan bangsa di atas, meski ada yang bukan disebabkan oleh umat, menjadi keprihatinan umat katolik juga. Ini didasarkan oleh bunyi ajaran Gereja: Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan manusia dewasa ini, terutama yang miskin dan terlantar adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan murid-murid Kristus (Gaudium et Spes no. 1).
Keprihatinan-keprihatinan tersebut tentulah berdampak pada terciptanya ketidakdamaian dalam masyarakat serta terancamnya kesatuan bangsa. Oleh karena itu, umat katolik terpanggil untuk berjuang mengatasi keprihatinan itu.
Ada dua gerakan utama yang dapat dilakukan, yaitu pertobatan dan membangun habitus baru. Yang dimaksud dengan habitus baru seperti: melibatkan diri dalam kegiatan positif masyarakat, setia pada proses atau tidak menggunakan cara-cara pintas, tekun, militan, bersikap terbuka terhadap semua kelompok yang berkehendak baik, memberi keteladanan, mewartakan nilai Kerajaan Allah, memperjuangkan kesalehan sosial, bukan hanya pribadi saja.
Bertobat bukan hanya berarti perubahan hidup dari buruk menjadi baik, tetapi harus dimengerti secara radikal, yaitu perubahan dari yang baik menjadi lebih baik. Ini sesuai dengan tuntutan Tuhan Yesus (Mat 5: 1 – 48). Berkaitan dengan hal ini, umat katolik harus memiliki “semangat magis”, yaitu semangat dalam diri orang yang menandakan bahwa orang itu menginginkan yang terbaik dalam segala hal. Namun semangat ini tidak lantas membuat orang suka membandingkan dirinya dengan orang lain, memamerkan kehebatannya atau meremehkan orang lain.
Orang dengan semangat magis ditantang untuk terus mengusahakan yang terbaik. Ia tidak mudah putus asa bila gagal, karena ia akan belajar dari setiap kegagalan untuk mencapai keberhasilan.
 
3.    Umat Katolik Mewujudkan Perdamaian dan Persatuan Bangsa
Perdamaian dan persatuan bangsa adalah kondisi kehidupan yang selaras dengan nilai-nilai Kerajaan Allah, sebagaimana dicita-citakan Tuhan Yesus. Kerajaan Allah secara sederhana dapat dimengerti sebagai suasana kehidupan yang didambakan orang yang berkehendak baik, berdasarkan kuasa dan kehendak Allah, yang ditandai dengan keadilan, rasa aman, perdamaian, persatuan dan persaudaraan, kesejahteraan, dll.
Kerajaan Allah merupakan proyek Allah bagi keselamatan umat manusia. Di dalamnya beberapa aspek:
(a) Eskatologis: pemenuhan secara definitif harapan Israel.
(b) Revelatoris: mengungkapkan tentang siapa Allah itu
(c) Soteriologis: keselamatan universal, yang akan terlaksana jika manusia menjalin relasi pribadi dengan Allah
(d) Kristologis: tampak secara definitif dalam sabda dan tindakan Yesus, dan dalam relasi dengan-Nya
Tugas mewartakan dan mewujudkan Kerajaan Allah kini menjadi tugas murid-murid Yesus, yaitu Gereja. Setiap anggota Gereja terpanggil untuk berpartisipasi dalam keprihatinan Tuhan Yesus, baik dalam kebersamaan maupun secara pribadi. Upaya memperjuangkan nilai-nilai Kerajaan Allah dapat terlaksana dalam fungsi-fungsi Gereja sebagai berikut:
a.    Fungsi Diakonia: berarti ikut serta dalam melaksanakan karya karitatif melalui aneka kegiatan amal kasih, khusus kepada mereka yang miskin, terlantar dan tersingkir. Adalah tanggung jawab umat akan kesejahteraan sesamanya. Fungsi ini dapat terlihat dalam tindakan bakti sosial, aksi donor darah, kolekte, dll
b.    Fungsi Koinonia: berarti ikut serta dalam persekutuan/persaudaraan sebagai anak-anak Allah. Fungsi ini bisa menjadi sarana untuk membentuk komunitas yang berpusat dan menampakkan kehadiran Kristus. Fungsi ini dapat terlihat dalam terlibat dalam KBG, kelompok kategorial, aktif ke gereja, dll.
c.    Fungsi Kerygma: berarti ikut serta membawa kabar gembira bahwa Allah telah menyelamatkan dan menebus manusia dari dosa melalui Tuhan Yesus. Fungsi ini mengajak umat untuk membaca dan mendalami Kitab Suci, menumbuhkan semangat untuk menghayati firman Tuhan, dan mengusahakan pengenalan semakin mendalam akan pokok iman supaya tidak mudah goyah dan tetap setia. Fungsi ini dapat terlihat: pendalaman iman, katekese, pelajaran agama, dll.
d.    Fungsi Liturgia: berarti ikut serta dalam perayaan ibadat resmi, salah satunya adalah ekaristi. Ibadat merupakan sumber dan pusat hidup beriman. Di sini umat menemukan, mengakui dan menyatakan identitas kristianinya. Fungsi ini terlihat dalam doa (pribadi atau kelompok), devosi, ikut aktif dalam ibadat atau ekaristi, terlibat aktif dalam tugas peribadatan.
e.    Fungsi Martyria: berarti ikut serta dalam menjadi saksi Kristus bagi dunia. Ini sesuai dengan permintaan Yesus agar para murid-Nya menjadi garam dan terang dunia (Mat 5: 13 – 16). Fungsi ini dapat diwujudkan dalam menghayati hidup sehari-hari sebagai orang katolik dimanapun berada.
Kelima fungsi Gereja di atas merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dari yang lain. Satu fungsi selalu memiliki serta memperlihatkan kehadiran fungsi yang lain. Dari kelima fungsi itu, fungsi diakonia merupakan muara dari keempat fungsi Gereja lainnya. Dengan melakukan tindakan diakonia, kita sudah memberikan kesaksian (martyria), mewujud-nyatakan iman (kerygma), persaudaraan (koinonia) dan liturgia.

No comments:

Post a Comment