HAK ASASI MANUSIA
A. Hak Asasi ManusiaHomo homini lupus, sebuah frase singkat yang pertama kali diucapkan oleh Plautus pada 195 SM, yang berarti bahwa manusia adalah serigala bagi manusia yang lain, sebuah penegasan bahwa manusia itu mengganggap penaklukan terhadap manusia lainnya adalah sebuah kodrat. Kehidupan manusia layaknya kehidupan serigala di alam liar. Kita saling menerkam, merampas, menyakiti, dan merebut milik manusia lainnya. Dalam sejarahnya, rentang waktu kita telah dipenuhi oleh darah dan air mata, alirannya bahkan belum akan kering hingga saat ini. Sejarah mencatat pernah terjadi perang dunia, atau perang antar-bangsa dengan blok-bloknya selama dua kali, belum termasuk perang-perang saudara dengan berbagai motifnya. Karena pengalaman umat manusia atas sejarah penderitaan manusia yang tak terbilang jumlahnya itulah maka timbullah perjuangan untuk menegakkan hak-hak asasi manusia. Ada hasrat kuat bersama untuk menghentikan segala perkosaan martabat manusia.Hasrat itu menyatakan dengan tegas: orang harus menjamin dan membela hak-hak asasi manusia, dan jangan merampasnya. Karena sejarah penderitaan itulah Perserikatan Bangsa-Bangsa terdorong untuk mendeklarasikan piagam hak asasi manusia pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris. Hak Asasi Manusia dalam piagam itu dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu: (1) hak-hak sipil dan politik; (2) hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Hak-Hak Sipil dan Politik; Hak-hak sipil dan politik lebih menyangkut hubungan warga negara dan pemerintahan, serta menjamin agar setiap warga memperoleh kemerdekaan. Hak-hak ini meliputi: hak atas hidup, hak kebebasan berpikir dan hak kebebasan menyatakan pendapat, hak kebebasan hati nurani dan agama, serta hak kebebasan berkumpul atau berserikat; hak atas kebebasan dan kemampuan dirinya; hak atas kesamaan di depan hukum dan hak atas perlindungan hukum di hadapan pengadilan (dalam hal penangkapan, penggeledahan, penahanan, penganiayaan, dan sebagainya); hak atas partisipasi dalam pemerintahan (berpolitik), dan lain-lain. Hakhak ekonomi, sosial, dan budaya lebih menyangkut hidup kemasyarakatan dalam arti luas dan menjamin agar orang dapat mempertahankan kemerdekaan. Hak-hak itu meliputi: hak mendirikan keluarga serta hak atas kerja, hak atas pendidikan, hak atas tingkat kehidupan yang layak bagi dirinya sendiri dan keluarga, dan hak atas jaminan waktu sakit dan di hari tua. Ada pula hak atas lingkungan hidup yang sehat serta hak para bangsa atas perdamaian.
- Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat dalam diri manusia, bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau negara, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Hak-hak itu dimiliki manusia karena ia manusia. Sejak seseorang mulai berada dalam rahim ibunya, ia memiliki hak-hak asasi itu..
- Dalam paham Hak Asasi Manusia, hak-hak itu tidak dapat dihilangkan. Oleh karena manusia tidak menerima hak itu dari negara, maka negara juga tidak dapat meniadakannya. Walaupun negara tidak mengakuinya, namun hak-hak itu tetap dimiliki manusia dan seharusnya diakui.
- Hak-hak asasi merupakan hak yang universal. Artinya, hak-hak itu menyangkut semua orang, berlaku dan harus diberlakukan di mana-mana. Misalnya, hak untuk hidup layak, hak untuk mendapat pendidikan dan pekerjaan, hak untuk menikah,
- d. Perumusan hak-hak asasi tidak pernah lepas dari konteks kultural/budaya tertentu. Rumus dan pengertian hak asasi ditentukan oleh lingkup kebudayaan, seharusnya membuat orang makin peka, agar jangan sampai ada penderitaan yang tidak diperhatikan dan jangan sampai ada hak seseorang yang dilanggar. Menolak sifat universal hak-hak asasi manusia berarti menyangkal unsur manusiawi yang terdapat dalam setiap kebudayaan.
Hak Asasi Manusia dalam Terang Kitab Suci dan Ajaran Gereja
Isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia sering menjadi soroton baik di dalam maupun luar negeri. Kasus kekerasan terhadap penganut agama dan keyakinan minoritas oleh kelompok-kelompok tertentu bukan lagi menjadi hal yang luar biasa, tetapi biasa-biasa saja. Aparat negara yang sejatinya melindungi rakyatnya terkesan melakukan pembiaran, sehingga kasus yang sama sering terulang kembali. Begitupun dengan kasus-kasus lain seperti penghilangan nyawa penggiat HAM seperti Munir dan lain-lain sampai kini terus diperbincangkan dan dicarikan keadilannya. Belum menyangkut kasus HAM yang lain dari segi ekonomi, politik, dan budaya. Indonesia menurut catatan Komisi HAM PBB, termasuk negara pelanggar HAM terbesar yang memprihatinkan dan telah mencoreng nilai-nilai dasar kemartabatan manusia Indonesia. Pada umumnya, pelanggaran HAM di Indonesia disebabkan oleh struktur dan sistem politik, ekonomi, dan budaya masyarakat yang diciptakan oleh kaum penguasa dan kaum kaya.
Ajaran Gereja menegaskan: “karena semua manusia mempunyai jiwa berbudi dan diciptakan menurut citra Allah, karena mempunyai kodrat dan asal yang sama, serta karena penebusan Kristus, mempunyai panggilan dan tujuan ilahi yang sama, maka kesamaan asasi antara manusia harus senantiasa diakui” (GS 29).
Dari ajaran tersebut tampak jelas pandangan Gereja tentang hak asasi, yakni hak yang melekat pada diri manusia sebagai insan ciptaan Allah. Hak ini tidak diberikan kepada seseorang karena kedudukan, pangkat atau situasi. Hak ini dimiliki setiap orang sejak lahir, karena dia seorang manusia. Hak ini bersifat asasi bagi manusia,
karena kalau hak ini diambil, ia tidak dapat hidup sebagai manusia lagi. Oleh karena itu, hak asasi manusia merupakan tolok ukur dan pedoman yang tidak dapat diganggu gugat dan harus ditempatkan di atas segala aturan hukum.
Gereja mendesak diatasinya dan dihapuskannya “setiap bentuk diskriminasi, entah yang bersifat sosial atau kebudayaan, entah yang didasarkan pada jenis kelamin, warna kulit, suku, keadaan sosial, bahasa ataupun agama... karena berlawanan dengan maksud dan kehendak Allah” (GS 29). Dalam sejarahnya, perjuangan Gereja dalam menegakkan HAM antara lain melalui terbitnya Ensiklik Mater et Magistra (1961) dan Pacem in Terris (1963) mulai berbicara tentang hak asasi manusia. Konsili Vatikan II (1962 –1965) berulang kali berbicara mengenai hak asasi manusia, terutama dalam konstitusi Gaudium et Spes dan Dignitatis Humanae. Tahun 1974 panitia kepausan “Yustita et Pax” menerbitkan sebuah kertas kerja “Gereja dan hak-hak asasi manusia”.
Kitab Suci mengajarkan bahwa “Allah menciptakan manusia menurut citraNya sendiri (Kej 9:6). Maksudnya, “kepadanya dikenakan kekuatan yang serupa dengan kekuatan Tuhan sendiri, agar manusia merajai binatang dan unggas” (Sir 17:3-4). Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang berdaulat dan semua hak manusia
adalah hak mengembangkan diri sebagai citra Allah. Hak manusia dilindungi Tuhan, terutama bila ia sendiri tidak mampu membela diri. Bahkan di tempat manusia kehilangan haknya, karena kesalahan dan dosanya sendiri, di sana Tuhan tetap membela dan melindunginya: “ ...apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah
untuk memalukan apa yang kuat; dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah untuk meniadakan yang berarti, supaya jangan ada orang yang memegahkan diri di hadapan Allah” (1Kor 1:27-290).
Dalam Kitab Suci perjanjian Lama, kita melihat bahwa orang miskin dan yang tak berdaya mendapat perhatian khusus bagi Tuhan. Maka, hak-hak asasi pertamatama harus diperjuangkan untuk orang yang lemah dan yang tidak berdaya dalam masyarakat. Dasar perjuangan itu adalah tindakan Tuhan sendiri yang melindungi orang yang tidak mempunyai hak dan kekuatan. Dalam Yesaya 10: 1-2 dikatakan: “Celakalah mereka yang menentukan ketetapan-ketetapan yang tidak adil, dan mengeluarkan keputusan-keputusan kelaliman untuk merebut hak orang-orang sengsara di antara umat-Ku, supaya dapat merampas milik janda-janda dan dapat menjarah anak-anak yatim.”
Dalam Kitab Suci Perjanjian baru, kita dapat melihat bahwa pewartaan, sikap, dan tindakan Yesus berpihak pada kaum miskin zaman-Nya. Yesus tidak mengucilkan dan membenci para penguasa dan kaum kaya. Namun, Ia sering menyerang parapenguasa agama dan politik yang memperberat hidup orang-orang kecil yang tidak berdaya. Yesus melihat bahwa keterpurukan orang-orang kecil disebabkan oleh kemunafikan dan keserakahan para pemimpin agama dan politik. Yesus mengajak orangorang kecil untuk mengatasi kekurangan dan kemiskinan mereka dengan kerelaan untuk saling membagi dan memberi. Yesus berani berdiri pada pihak yang kurang beruntung, pendosa, orang miskin,wanita, orang sakit, dan tersingkir, baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi. Dengan semangat kasih-Nya yang tanpa pamrih, Yesus rela membela mereka yang tidak mempunyai pembela. Ia berani menghadapi berbagai tantangan bagi mereka yang harus mendapatkan perlakuan yang wajar sebagai pribadi, baik wanita maupun lelaki.
Kesamaan hakiki antara semua orang dan keadilan sosial
Semua orang mempunyai jiwa yang berbudi dan diciptakan menurut gambar Allah,dengan demikian mempunyai kodrat serta asal mula yang sama. Mereka semua ditebus oleh Kristus, dan mengemban panggilan serta tujuan ilahi yang sama pula. Maka harus semakin diakuilah kesamaan dasariah antara semua orang. Memang karena pelbagai kemampuan fsik maupun kemacam-ragaman daya kekuatan intelektual dan moral tidak dapat semua orang disamakan. Tetapi setiap cara diskriminasi dalam hak-hak asasi pribadi , entah bersifat sosial entah budaya, berdasarkan jenis kelamin, suku, warna kulit, kondisi sosial, bahasa atau agama, harus diatasi dan disingkirkan, karena bertentangan dengan maksud Allah.
Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) dan hampir semua keuskupan membentuk lembaga yang antara lain memperjuangkan hak asasi manusia dari rakyat kecil itu, misalnya: Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migran dan Perantau; Komisi Hubungan Antara Agama dan Kepercayaan; Sekretariat Gender Pemberdayaan perempuan. Lembaga-lembaga tersebut telah bekerja keras, antara lain: Mengadakan pendidikan dan pelatihan
tentang HAM kepada para fasilitator dan masyarakat luas supaya mereka mengetahui dan menyadari akan hak-haknya dan kemudian terlibat untuk turut memperjuangkan haknya; Mengadakan berbagai lembaga advokasi untuk membela hak-hak rakyat; Memperluas jaringan kerjasama dengan pihak mana saja untuk memperjuangkan HAM.
B. BUDAYA KEKERASAN VS BUDAYA KASIH
1) Pengertian budaya kekerasan
Kekerasan disebut sebagai “budaya” yakni nilai-nilai budaya yang di gunakan untuk membenarkan dan mengesahkan penggunaan kekerasan langsung atau tidak langsung. Kekerasan dan konflik memiliki hubungan yang sangat erat karena kekerasan adalah merupakan aktualisasi daripada konflik, dan konflik itu sendiri menempatkan dirinya berada pada alam bawah sadar atau di otak kita. Masyarakat Indonesia sangat majemuk secara budaya, etnis dan agama. Kemajemukan ini apabila tidak dikelola dengan baik dan benar maka dapat menimbulkan konflik dan kekerasan. Kekerasan yang sering terjadi di negeri kita menunjukkan rupa-rupa dimensi dan rupa-rupa wajah.
2) Rupa-rupa dimensi kekerasan
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung adalah kekerasan yang dilakukan oleh satu atau sekelompok aktor kepada pihak lain dengan menggunakan alat kekerasan, dan seringkali lebih bersifat fsik dan secara langsung, jelas siapa subjek siapa objek, siapa korban dan siapa pelakunya. Seperti contoh pembunuhan, pemotongan anggota tubuh dan lain sebagainya. Jadi identifkasi paling mendasar tentang kekerasan langsung adalah dengan adanya korban luka maupun meninggal.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung adalah kebalikan dari kekerasan langsung, dimana lebih bersifat psikis, seperti contoh kasus gizi buruk, itu bukan akibat ulah kekerasan yang dilakukan secara langsung tetapi lebih kepada akibat tatanan sistem politik, sosial budaya dan juga ekonomi yang tidak adil atau tidak seimbang dalam menjalankan perannya, karena alasan ini sehingga menyebabkan kekerasan menjadi terbuka, atau contoh lain seperti pembalasan dendam, pengasingan, blokade, diskriminasi.
Mengembangkan Budaya Non-Violence dan Budaya Kasih.
Konflik dan kekerasan yang sering terjadi karena adanya perbedaan kepentingan. Untuk mengatasi konflik dan kekerasan, kita dapat mencoba usaha-usaha preventif dan usaha-usaha mengelola konflik dan kekerasan, jika konflik dan kekerasan sudah terjadi.
• Usaha-usaha Membangun Budaya Kasih sebelum Terjadi Konflik dan Kekerasan
Banyak konflik dan kekerasan terjadi karena terdorong oleh kepentingan tertentu.Fanatisme kelompok sering disebabkan oleh kekurangan pengetahuan dan merasa diri terancam oleh kelompok lain. Untuk itu perlu diusahakan beberapa hal.
- Dialog dan komunikasi.
- Kerja sama atau membentuk jaringan lintas batas untuk memperjuangkan kepentingan umum.
• Usaha-usaha Membangun Budaya Kasih Sesudah Terjadi Konflik dan Kekerasan
Usaha untuk membangun budaya kasih sesudah terjadi konflik dan kekerasan sering disebut “pengelolaan atau managemen konflik dan kekerasan”. Ada tahapan langkah yang dapat dilakukan
- Langkah Pertama; konflik atau kekerasan perlu diceritakan kembali oleh yangmenderita. Kekerasan bukanlah sesuatu yang abstrak atau interpersolnal melainkan personal, pribadi, maka perlu dikisahkan k mbali.
- Langkah Kedua; Mengakui kesalahan dan minta maaf serta penyesalan dari pihak atau kelompok yang melakukan kekerasan atau menjadi penyebab konflik dan kekerasan. Pengakuan ini harus dilakukan secara publik dan terbuka, sebuah pengakuan jujur tanpa mekanisme bela diri.
- Langkah Ketiga; Pengampunan dari korban kepada yang melakukan kekerasan.
- Langkah Keempat; Rekonsiliasi
- Yesus bukan saja mengajak kita untuk tidak menggunakan kekerasan menghadapi musuh-musuh, tetapi juga untuk mencintai musuh-musuh dengan tulus. Yesus mengajak kita untuk mengembangkan budaya kasih dengan mencintai sesama, bahkan mencintai musuh (lih. Luk 6: 27-36).
- Pesan Yesus untuk kita memang sangat radikal dan bertolak belakang dengan kebiasaan, kebudayaan, dan keyakinan gigi ganti gigi yang kini sedang berlaku. Kasih yang berdimensi keagamaan sungguh melampaui kasih manusiawi. Kasih Kristiani tidak terbatas pada lingkungan keluarga karena hubungan darah; tidak terbatas pada lingkungan kekerabatan atau suku; tidak terbatas pada lingkungan daerah atau idiologi atau agama. Kasih Kristiani menjangkau semua orang, sampai kepada musuh-musuh kita.
- Dasar kasih Kristiani adalah keyakinan dan kepercayaan bahwa semua orang adalah putra dan putri Bapa kita yang sama di surga. Dengan menghayati cinta yang demikian, kita meniru cinta Bapa di surga, yang memberi terang matahari dan curah hujan kepada semua orang (orang baik maupun orang jahat).
- Mengembangkan budaya kasih untuk melawan budaya kekerasan memang tidak mudah. Dalam kehidupan sehari-hari, kita merasa betapa sulitnya untuk berbuat baik dan mencintai orang yang membuat kita sakit hati.
- Apabila kita memiliki kebenaran maka kebenaran ini akan merdekakan kita untuk berbuat kasih kepada sesama (bdk. Yoh 8:32
- Apabila kita sungguh hidup dalam Kristus maka kita akan menjadi pembawa damai dan hidup tanpa memperhitungkan kesalahan atau pelanggaran yang dibuat orang lain. Iman dalam Kristus Yesus menjadikan kita juru damai dalam setiap perselisihan (bdk. 2 Kor 5:17-19)
DISKUSI
YESUS DITANGKAP
(Mat 26: 47-56)
47 Waktu Yesus masih berbicara datanglah Yudas, salah seorang dari kedua belas murid itu, dan bersama-sama dia serombongan besar orang yang membawa pedang dan pentung, disuruh oleh imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi. 48 Orang yang menyerahkan Dia telah memberitahukan tanda ini kepada mereka: “Orang yang
akan kucium, itulah Dia, tangkaplah Dia”. 49 Dan segera ia maju mendapatkan Yesus dan berkata: “Salam Rabi”, lalu mencium Dia. 50 Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Hai sahabat, untuk itulah engkau datang?” Maka majulah mereka memegang Yesus danmenangkap-Nya. 51 Tetapi seorang dari mereka yang menyertai Yesus mengulurkan tangannya, menghunus pedangnya dan menetakkannya kepada hamba Imam Besar sehingga putuslah telinganya. 52 Maka kata Yesus kepadanya: “Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang. 53 Atau kau sangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?
54 Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?” 55 Pada saat itu Yesus berkata kepada orang banyak: “Sangkamu Aku ini penyamun, maka kamu datang lengkap dengan pedang dan pentung untuk menangkap Aku? Padahal tiap-tiap hari Aku duduk
mengajar di Bait Allah, dan kamu tidak menangkap Aku. 56 Akan tetapi semua ini terjadi supaya genap yang ada tertulis dalam kitab nabi-nabi”. Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri.
Diskusi
Guru mengajak para peserta didik berdiskusi untuk mendalami isi teks kitab Suci
dengan pertanyaan-pertanyaan, sebagai berikut:
1. Apa yang dikisahkan dalam teks Kitab Suci ini?
2. Ayat-ayat Kitab Suci yang menyentuh hatimu dalam hubungan dengan konflik dan kekerasan?
3. Apa pendapatmu tentang perkataan Yesus kepada murid yang mengkhianati-Nya:“Hai sahabat, untuk itukah engkau datang?” Bagaimana pendapatmu terhadapucapan Yesus itu?
4. Apa pendapatmu tentang perkataan Yesus kepada murid-Nya yang menghunuspedang: “Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang!”
5. Sebut dan jelaskan teks-teks lain dalam Kitab Suci yang menceritakan tentang Yesus yang mengajarkan kita untuk tidak menggunakan kekerasan, tetapi dengan mencintai musuh-musuh kita
C. ABORSI
Aborsi diartikan sebagai tindakan menghentikan kehamilan dengan sengaja sebelum janin dapat hidup diluar kandungan (sebelum kehamilan 20 minggu atau berat janin masih kurang dari 500 gram) tanpa indikasi medis yang jelas. Remaja dikota besar yang mempunyai tipe ”early sexual experience, late marriage”, (melakukan hubungan seks sebelum menikah) memiliki potensi yang besar untuk melakukan aborsi ketika terjadi kehamilan. Disinyalir bahwa saat ini di Indonesia terjadi 2,6 juta aborsi setiap tahunnya. Sebanyak 700.000 diantaranya pelakunya adalah remaja. Data mengenai aborsi di Indonesia seringkali tidak begitu pasti karena dalam pelaksanaan kasus aborsi baik si pelaku yang diaborsi maupun yang melakukan tindakan aborsi tidak pernah melaporkan kejadian tersebut, bahkan seringkali dilakukan secara sembunyi-sembunyi (bdk. J.M.Seno Adjie/ Kesehatan Reproduksi Remaja).
Ajaran Gereja Katolik menegaskan, “Kehidupan manusia adalah kudus karena sejak awal ia membutuhkan ‘kekuasaan Allah Pencipta’ dan untuk selama-lamanya tinggal dalam hubungan khusus dengan Penciptanya, tujuan satu-satunya. Hanya Allah sajalah Tuhan kehidupan sejak awal sampai akhir: tidak ada seorang pun boleh
berpretensi mempunyai hak, dalam keadaan mana pun, untuk mengakhiri secara langsung kehidupan manusia yang tidak bersalah” (“Donum vitae,” 5). Karena itu aborsi atau pengguguran kandungan merupakan tindakan kejahatan dan termasuk kategori dosa besar karena ada unsur aktif melenyapkan hidup manusia. Menurut
hukum positif, hidup manusia harus dilindungi dari setiap ancaman.
Gereja Katolik sebagai sebuah institusi yang berfungsi sebagai pedoman moral (khususnya) menyerukan bahwa “kehidupan manusia harus dihormati dan dilindungi secara absolut sejak saat perubahannya di dalam rahim seorang ibu. Kitab Suci menulis: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau” (Yer 1:5). Karenanya setiap orang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mencegah terjadinya abortus. Negara dan Gereja berpandangan sama bahwa abortus merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Karena itu, kepada pelaku kejahatan abortus akan dikenakan hukuman pidana berat dan dosa besar di hadapan Tuhan.Melalui kegiatan pembelajaran ini, para peserta didik memahami ajaran Gereja tentang kekudusan hidup manusia, dan berusaha untuk menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang merendahkan martabatnya sebagai manusia.
- Para dokter dan petugas medis sering dihadapkan dengan permintaan untuk memunuh anak yang ”di luar rencana”, padahal merekalah “wakil dan wali kehidupan” dalam masyarakat. Mereka (oknum paramedis) hanya mementingkan uang (mamon) daripada nilai martabat manusia yang telah mereka cabik-cabik, yang tentu bertentangan dengan suara hatinya.
- Tugas membela dan melindungi hidup tidak dapat dibebankan seluruhnya kepada ibu yang hamil saja.
- Tidak pada tempatnya menilai, apalagi mengutuk seorang ibu yang ternyata menggugurkan anaknya. Tidak ada orang yang menggugurkan kandungan karena senang membunuh, melainkan karena mengalami diri terjepit dalam konflik.Konflik hidup hanya diatasi dengan bantuan praktis.
Ada beberapa jenis atau cara menggugurkan kandungan, antara lain sebagai berikut:
• Dilatasi/Kuret
Lubang rahim diperbesar, agar rahim dapat dimasuki kuret, yaitu sepotong alat yang tajam. Kemudian janin yang hidup itu dipotong kecil-kecil, dilepaskan dari dinding rahim dan dibuang keluar. Umumnya terjadi banyak pendarahan. Bidan operasi ini harus mengobatinya dengan baik, bila tidak, akan terjadi infeksi.
• Kuret dengan Cara Penyedotan
Kuret dengan cara penyedotan dilakukan dengan memperlebar lubang rahim, kemudian dimasukkan alat berbentuk tabung ke dalam rahim dan dihubungkan dengan alat penyedot yang kuat. Dengan cara demikian, bayi dalam rahim tercabikcabik menjadi kepingan-kepingan kecil, lalu disedot masuk ke dalam sebuah botol.
• Peracunan dengan Garam
Pengguguran dengan peracunan garam ini dilakukan pada janin berusia lebih dari 16 minggu (4 bulan), ketika sudah cukup banyak cairan yang terkumpul di sekitar bayi dalam kantong anak. Jarum suntik yang panjang dimasukkan melalui perut ibu ke dalam kantung bayi, kemudian sejumlah cairan disedot keluar dan larutan garam yang pekat disuntikan ke dalamnya. Bayi dalam rahim akan menelan garam beracun sehingga ia sangat menderita. Bayi itu akan meronta-ronta dan menendang-nendang karena dibakar hidup-hidup oleh racun itu. Dengan cara ini, sang bayi akan mati dalam waktu kira-kira 1 jam dan kulitnya benar-benar hangus. Dalam waktu 24 jam kemudian, si ibu akan mengalami sakit beranak dan melahirkan seorang bayi yang sudah mati. Namun, sering juga terjadi bayi yang lahir itu masih hidup, tetapi biasanya dibiarkan saja sampai bayi itu meninggal.
Alasan Orang Melakukan Pengguguran
• Alasan dari wanita (ibu) yang mau menggugurkan kandungannya:
- Karena malu, buah kandungannya adalah hasil hubungan seks pra-nikah dengan pacarnya.
- Karena tekanan batin buah kandungannya adalah akibat dari perkosaan.
- Karena tekanan ekonomi, tidak sanggup membiayai hidup janin itu selanjutnya.
• Alasan dari yang membantu melaksanakan pengguguran:
- Alasan utama mungkin karena uang, biasanya untuk pengguguran dibayar mahal.Wanita atau ibu yang mau menggugurkan kandungannya biasanya dalam situasi terjepit, maka berapa pun biayanya akan membayarnya.
- Mungkin saja ia prihatin dengan keadaan si wanita atau ibu yang kehamilannya tidak dikehendaki
• Risiko pengguguran kandungan
Pengguguran adalah operasi besar yang dapat mengakibatkan komplikasi yang sangat berbahaya. Statistik menunjukkan bahwa setelah pengguguran, seorang wanita dapat menghadapi kemungkinan seperti:
- keguguran di masa mendatang, hamil di saluran telur, kelahiran bayi yang terlalu dini, tidak dapat hamil lagi.
- Dapat mengalami gangguan-gangguan emosional yang berat.
- Merasa bersalah seumur hidupnya karena senantiasa mendapat teguran dari hati nuraninya sendiri
Usaha Preventif untuk mencegah kasus-kasus Aborsi
Untuk para remaja:
Para remaja harus berusaha tidak melakukan hubungan intim sebelum resmi menikah. Dalam berpacaran dan bertunangan sikap tahu menahan diri merupakan tanda pangungkapan cinta yang tertempa dan tidak egoistis.
Untuk para keluarga:
Perencanaan kehamilan harus dipertimbangkan betul-betul dan dipertahankan dengan sikap ugahari dan bijaksana. Kehadiran buah kandungan yang tidak direncanakan harus dielakkan secara tepat dan etis.
Untuk Sekolah
Memberikan bimbingan dan penyuluhan seputar kesehatan reproduksi remaja, pendidikan seksualitas melalui matapelajaran terkait
Untuk Gereja/Lembaga Agama
Memberikan pendidikan, bimbingan pastoral seputar seksualitas, perkawinan kepada para remaja
EVALUASI:
1. Bagaimana perasaan Anda mendengar atau membaca cerita tentang praktek-praktek aborsi ilegal yang marak di kota-kota besar?
2. Apa pengertian aborsi?
3. Mengapa seseorang sampai melakukan aborsi?
4. Apa akibat dari perbuatan aborsi?
5. Carilah ayat-ayat Kitab Suci yang berbicara tentang perlindungan anak dalam kandungan.
6. Apa yang harus dilakukan para remaja, khususnya remaja Putri supaya mereka tidak terlibat dalam kasus aborsi?
7. Apa pandangan dan pendapatmu sendiri tentang aborsi?
D. BUNUH DIRI DAN EUTHANASIA
Alasan atau Sebab-Sebab Bunuh Diri
Ada banyak alasan yang menyebabkan orang melakukan tindakan bunuh diri. Di sini hanya akan disebut dua alasan besar, yaitu:
a. Orang mengalami depresi, tekanan batin
Perasaan tertekan, frustrasi, dan bingung dapat disebabkan oleh:
- putus cinta, pasangan menyeleweng, kurang diperhatikan dan dihargai dalam keluarga, dan sebagainya.
-beban ekonomi yang tidak tertanggungkan, kehilangan pekerjaan, dililit utang, dan sebagainya
- merasa hidup tak lagi bermakna, dan sebagainya.
b. Orang mau mengungkapkan protes.
Mungkin saja terjadi kasus-kasus ketidakadilan, kemudian untuk memprotesnya orang melakukan aksi mogok makan sampai tewas, membakar diri, menembak diri,dan sebagainya
1. Arti Euthanasia
- Kata euthanasia berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘kematian yang baik (mudah). Kematian dilakukan untuk membebaskan seseorang dari penderitaan yang amat berat. Masalah ini menimbulkan masalah moral seperti bunuh diri. Namun, euthanasia melibatkan orang lain, baik yang melakukan penghilangan nyawa maupun yang menyediakan sarana kematian (umumnya obat-obatan). - Euthanasia merupakan tindakan penghentian kehidupan manusia baik dengan cara menyuntikkan zat tertentu atau dengan meminum pil atau dengan cara lainnya. Tindakan ini muncul akibat terjadinya penderitaan yang berkepanjangan dari pasien. Di beberapa negara Eropa dan sebagian Amerika Serikat, tindakan euthanasia ini telah mendapat izin dan legalitas negara. Pada umumnya mereka beranggapan bahwa menentukan hidup dan mati seseorang adalah hak asasi yang harus dijunjung tinggi.
- Kode Etik Kedokteran Indonesia menggunakan euthanasia dalam tiga arti:Berpindahnya ke alam baka dengan tenang & aman tanpa penderitaan, buat yang beriman dengan nama Tuhan di bibir. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan memberi obat penenang. Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.
2. Jenis-Jenis Euthanasia
a. Dilihat dari segi pelakunya
- Compulsary euthanasia, yakni bila orang lain memutuskan kapan hidup seseorang akan berakhir. Orang tersebut mungkin kerabat, dokter, atau bahkan masyarakat secara keseluruhan. Kadang-kadang euthanasia jenis ini disebut mercy killing (penghilangan nyawa penuh belas kasih). Misalnya: dilakukan pada orang yang menderita sakit mengerikan, seperti anak-anak yang cacat parah.
- Voluntary euthanasia, berarti orang itu sendiri minta untuk mati. Beberapa orang percaya bahwa pasien-pasien yang sekarat karena penyakit yang tak tersembuhkan dan menyebabkan penderitaan yang berat hendaknya diizinkan untuk meminta dokter untuk membantunya mati. Mungkin mereka dapat menandatangani
dokumen legal sebagai bukti permintaannya dan disaksikan oleh satu orang atau lebih yang tidak mempunyai hubungan dengan masalah itu, untuk kemudian dokter menyediakan obat yang dapat mematikannya. Pandangan seperti ini diajukan oleh masyarakat euthanasia sukarela.
b. Dilihat dari segi caranya
- Euthanasia aktif: Mempercepat kematian seseorang secara aktif dan terencana, juga bila secara medis ia tidak dapat lagi disembuhkan dan juga kalau euthanasia dilakukan atas permintaan pasien itu sendiri. Dengan kata lain, euthanasia ini menggunakan cara langsung dan sukarela: memberi jalan kematian dengan cara yang dipilih pasien. Tindakan ini dianggap sebagai bunuh diri. Ada juga menggunakan cara sukarela tetapi tidak langsung: pasien diberitahu bahwa harapan untuk hidup kecil sekali sehingga pasien ini berusaha agar ada orang lain yang
dapat mengakhiri penderitaan dan hidupnya. Ada juga dengan cara langsung tetapi tidak sukarela: dilakukan tanpa sepengetahuan pasien, misalnya dengan memberikan dosis letal pada anak yang lahir cacat.
- Euthanasia pasif: Pengobatan yang sia-sia dihentikan atau sama sekali tidak dimulai, atau diberi obat penangkal sakit yang memperpendek hidupnya, karena pengobatan apa pun tidak berguna lagi. Cara ini termasuk tidak langsung dan tidak sukarela: merupakan tindakan euthanasia pasif yang dianggap paling mendekati moral.
3. Bagaimana Pandangan Negara Indonesia tentang Euthanasia?
- Euthanasia tidak diperbolehkan mempercepet kematian secara aktif dan terencana, juga jika secara medis ia tidak lagi dapat disembuhkan dan juga kalau euthanasia dilakukan atas permintaan pasien sendiri (bdk. KUHP pasal 344). Seperti halnya dengan pengguguran, di sini ada pertimbangan moral yang jelas, juga dalam proses kematian, manusia pun harus dihormati martabatnya. Semua sependapat, bahwa tidak seorang pun berhak mengakhiri hidup orang lain, walaupun dengan rasa iba.
4. Pandangan Gereja terhadap bunuh diri dan Euthanasia
Manusia hidup karena diciptakan dan dikasihi Allah. Karena itu, biarpun sifatnya manusiawi dan bukan Ilahi, hidup itu suci. Kitab Suci menyatakan bahwa nyawa manusia (yakni hidup biologisnya) tidak boleh diremehkan. Hidup manusia mempunyai nilai yang istimewa karena sifatnya yang pribadi. Bagi manusia, hidup (biologis) adalah ‘masa hidup’, dan tak ada sesuatu ‘yang dapat diberikan sebagai ganti nyawanya’ (lih. Mrk 8: 37). Dengan usaha dan rasa, dengan kerja dan kasih, orang mengisi masa hidupnya, dan bersyukur kepada Tuhan, bahwa ia ‘boleh berjalan di hadapan Allah dalam cahaya kehidupan’ (lih. Mzm. 56: 14). Memang, ‘masa hidup kita hanya tujuh puluh tahun’ (lih. Mzm. 90: 10) dan ‘di sini kita tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap’ (lih. Ibr. 14: 14). Namun, hidup fana merupakan titik pangkal bagi kehidupan yang diharapkan di masa mendatang.
Gereja katolik tidak merestui bunuh diri. Alasan pertama yang sangat masuk akal adalah alasan adikodrati, dalam kaitannya manusia dengan penciptanya. Hidup yang mengalir di diri kita ini bukanlah milik kita sendiri, tetapi hanya titipan dari Tuhan sang pencipta dan pemilik sejati. Oleh karenanya manusia, saya dan kamu, tidak
berhak membunuh atau bunuh diri. Bunuh diri sama beratnya dengan membunuh orang lain.
Kongregasi untuk Ajaran Iman; dalam , Deklarasi Mengenai Euthanasia, 5 Mei,1980). Pendapat Gereja Katolik mengenai euthanasia aktif sangat jelas, bahwa tidak seorang pun diperkenankan meminta perbuatan pembunuhan, entah untuk dirinya sendiri, entah untuk orang lain yang dipercayakan kepadanya. Penderitaan
harus diringankan bukan dengan pembunuhan, melainkan dengan pendampingan oleh seorang teman. Demi salib Kristus dan demi kebangkitan-Nya, Gereja mengakui adanya makna dalam penderitaan, sebab Allah tidak meninggalkan orang yang menderita. Dan dengan memikul penderitaan dan solidaritas, kita ikut menebus penderitaan.