Selamat Datang

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Wednesday, August 28, 2019

SIFAT-SIFAT GEREJA


Pada pokok bahasan ini, kita akan membahas sifat-sifat Gereja yang tentunya mempunyai kaitan dengan makna dan hakikat Gereja itu sendiri. Syahadat iman Gereja Katolik dirumuskan dalam doa Credo (credere = percaya). Ada dua rumusan Credo yaitu rumusan pendek dan rumusan panjang. Syahadat rumusan pendek disebut Syahadat Para Rasul karena menurut tradisi syahadat ini disusun oleh para rasul. Syahadat yang panjang disebut Syahadat Nikea yang disahkan dalam Konsili Nikea (325) yang menekankan keilahian Yesus. Di kemudian hari lazim disebut sebagai Syadat Nikea-Konstantinopel karena berhubungan dengan Konsili Konstantinopel I (381). Pada Konsili ini ditekankan keilahian Roh Kudus yang harus disembah dan dimuliakan bersama Bapa dan Putera. Syahadat inilah yang lebih banyak digunakan dalam liturgi-liturgi Gereja Katolik. Di dalam rumusan syahadat panjang itu pada bagian akhir dinyatakan keempat sifat atau ciri Gereja Katolik : satu, kudus, katolik dan apostolik.
 
1. Sifat Gereja yang Satu
Gereja yang satu adalah Gereja yang tampak sebagai perwujudan kehendak tunggal Yesus Kristus untuk dalam Roh tetap hadir kini di tengah manusia untuk menyelamatkan.
Kesatuan Gereja itu nampak dalam :
a. Kesatuan iman para anggotanya
b. Kesatuan dalam pimpinannya, yaitu hirarki.
c. Kesatuan dalam kebaktian dan hidup sakramental
Usaha-usaha yang dapat kita galakkan untuk memperkuat kesatuan ke dalam adalah :
a. Aktif berpatisipasi dalam kehidupan ber-Gereja.
b. Setia dan taat kepada persekutuan umat, termasuk hierarki, dsb.
Usaha-usaha yang dapat kita galakkan untuk menguatkan persatuan antar-Gereja adalah:
a. Lebih bersifat jujur dan terbuka satu sama lain. Lebih melihat kesamaan daripada perbedaan.
b. Mengadakan berbagai kegiatan sosial dan peribadatan bersama, dsb.

2. Sifat Gereja yang Kudus
Gereja yang kudus berarti Gereja menjadi perwujudan kehendak yang Mahakudus untuk sekarang juga mau bersatu dengan manusia dan mempersatukan manusia dalam kekudusannya.
“Di dalam dunia ini, Gereja sudah ditandai oleh kesucian yang sesungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG art. 48). Letak ketidaksempurnaannya adalah menyangkut pelaksanaan insani, sama seperti kesatuannya. Dengan demikian, meskipun di dunia ini, Gereja tidaklah sempurna namun Gereja sudah ditandai oleh kesucian. 
 
Kekudusan Gereja nampak pada:
  1. Sumber darimana Gereja berasal adalah kudus, yaitu Allah Bapa melalui Putera dan dalam Roh Kudus.
  2. Tujuan dan arah Gereja adalah kudus, yakni Kemuliaan Allah dan penyelamatan umat manusia.
  3. Jiwa Gereja adalah kudus, yakni Roh Kudus sendiri.
  4. Unsur-unsur ilahi yang otentik yang berada di dalam Gereja adalah kudus.
  5. Anggotanya adalah kudus karena ditandai oleh Kristus melalui pembaptisan dan diserahkan kepada Kristus serta dipersatukan melalui iman, harapan dan cinta yang kudus. Kita semua dipanggil untuk kekudusan.

Usaha-usaha yang dapat kita lakukan untuk memperjuangkan kekudusan Gereja adalah:
a. Saling memberi kesaksian untuk hidup sebagai putra – putri Allah
b. Memperkenalkan anggota – anggota Gereja yang sudah hidup secara heroik untuk mencapai kekudusan
c. Merenungkan dan mendalami Kitab Suci, khususnya ajaran dan hidup Yesus yang merupakan pedoman dan arah hidup kita, dsb.

3. Sifat Gereja yang Katolik
Katolik dari kata Latin, catholicus yang berarti universal, menyeluruh, atau umum. Nama yang sudah dipakai sejak awal abad ke II M, pada masa St. Ignatius dari Antiokia menjadi Uskup.

Gereja yang Katolik adalah Gereja dapat hidup di tengah segala bangsa dan memperoleh warganya dari semua bangsa dan terarah pada seluruh dunia. Selain itu, Gereja terbuka terhadap semua kemampuan, kekayaan, dan adat-istiadat yang baik dan luhur tanpa kehilangan jati dirinya, bahkan dapat menjiwai seluruh dunia. Singkatnya, Gereja bersifat katolik berarti terbuka bagi dunia, tidak terbatas pada tempat tertentu, bangsa dan kebudayaan tertentu, waktu atau golongan masyarakat tertentu. Kekatolikan Gereja nampak dalam rahmat dan keselamatan yang ditawarkannya serta iman dan ajaran Gereja yang bersifat umum, dapat diterima dan dihayati oleh siapapun juga.
 
Sehubungan dengan penggunaan nama “Katolik”, diperlukan dua hal yang hakiki, yaitu persetujuan dari otoritas Gerejawi yang berwenang dan persetujuan itu tertulis.
Hal ini terungkap pada:
  • KHK Kan. 300: “ Janganlah satu perserikatan pun memakai nama “Katolik” tanpa persetujuan otoritas Gerejawi yang berwenang menurut norma Kan.312.
  • KHK Kan. 312: “ Otoritas yang berwenang, unutuk mendirikan perserikatan-perserikatan publik ialah:
  1. Takhta Suci, untuk perserikatan-perserikatan universal dan internasional.
  2. Konferensi Wali Gereja di wilayah masing-masing untuk perserikatan Nasional yakni yang berdasarkan pendiriannya diperuntukkan bagi kegiatan yang meliputi seluruh Negara.
  3. Uskup diosesan di wilayah masing-masing, tetapi administrator diosesan tidak, untuk perserikatan-perserikatan diosesan, terkecuali perserikatan – perserikatan yang pendiriannya menurut priviligi apostolik direservasi bagi orang lain.”
 
Mewujudkan kekatolikan Gereja dapat dilakukan dengan cara:
  1. Sikap terbuka dan menghormati kebudayaan, adat-istiadat, bahkan agama dan bangsa manapun.
  2. Bekerja sama dengan pihak mana pun yang berkehendak baik untuk mewujudkan nilai-nilai yang luhur di dunia ini.
  3. Selalu berusaha untuk memprakarsai dan memperjuangkan suatu dunia yang lebih baik untuk umat manusia.
  4. Untuk setiap orang kristiani diharapkan memiliki jiwa besar dan keterlibatan penuh dalam kehidupan bermasyarakat.

4. Sifat Gereja yang Apostolik
Apostolik berasal dari kata “apostolos” (bhs. Yunani) yang berarti utusan, suruhan, wakil resmi yang diserahi misi tertentu. Istilah ini juga kemudian dipakai untuk menyebut para rasul Yesus. 
Maka, Gereja yang apostolik berarti Gereja yang berasal dari para rasul dan tetap berpegang teguh pada kesaksian iman mereka. 
Hubungan antara Gereja dan para rasul tersebut nampak dalam:
  •  Legitimasi fungsi dan kuasa hirarki dari para rasul.
  • Ajaran-ajaran Gereja diturunkan dan berasal dari kesaksian para rasul.
  • Ibadat dan struktur Gereja pada dasarnya berasal dari para rasul.
Usaha-usaha mewujudkan Keapostolikan Gereja adalah :
  1. Setia mempelajari Injil sebagai iman Gereja para rasul
  2. Menafsirkan dan mengevaluasi situasi konkret kita dengan iman Gereja para rasul
  3. Setia dan loyal kepada hierarki sebagai pengganti para rasul

No comments:

Post a Comment