Selamat Datang

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Tuesday, September 24, 2019

NILAI DUNIAWI DAN NILAI KERAJAAN ALLAH

1. Uang/Harta dan Kerajaan Allah
 
Uang, harta, dan kekayaan pasti mempunyai nilai, maka kita harus berusaha untuk memilikinya. Namun, kita yang harus menguasai harta, bukan harta yang menguasai kita. Uang, harta, dan kekayaan tidak boleh dimutlakkan, sehingga menghalangi kita untuk mencapai nilai-nilai yang lebih luhur, yakni Kerajaan Allah. 
Jika kita hanya terobsesi dan bernafsu untuk mengutamakan kekayaan, maka kita sudah mendewakan harta.
 
  • Nafsu (ambisi) untuk mengumpulkan uang atau kekayaan agaknya berten­tangan dengan usaha mencari Kerajaan Allah. 
  • Betapa sulitnya orang kaya masuk dalam Kerajaan Allah, seperti halnya seekor unta masuk ke dalam lubang jarum (bdk. Mrk 10: 25). 
  • Maksudnya, Yesus mendorong agar orang tidak terbelenggu uang/harta dan kekayaan. Yesus mendorong agar orang kaya memiliki semangat solidaritas terhadap orang miskin dan menderita clan suka membatu mereka dengan kekayaannya.
 
Yang dituntut oleh Yesus bukan hanya sekedar derma, melainkan usaha nyata dari orang kaya untuk membebaskan orang dari kemiskinan dan penderitaan.


2. Kekuasaan dan Kerajaan Allah
 
Kekuasaan itu sangat bernilai. 
Namun, orang tidak boleh memutlakkannya sehingga usaha kita membangun Kerajaan Allah terhalang. 
Ada dua cara yang sangat berbeda dalam mengerti dan melaksanakan kekuasaan. 
Yang satu adalah penguasaan, yang lain adalah pelayanan. 
 
Kekuasaan dalam Kerajaan Allah tidak mementingkan diri sendiri dan kelompoknya.
 
Kebanyakan pemimpin Yahudi (imam-imam kepala, tua-tua, ahli kitab, dan orang Farisi) kebanyakan adalah penindas. Kekuasaan sering membuat mereka menguasai dan menindas orang lain (terlebih yang lemah) dengan memanipulasi hukum taurat.
 
Yesus tidak menentang hukum Taurat sebagai hukum. Tetapi, Yesus menentang cara orang menggunakan hukum dan sikap mereka terhadap hukum. 
Para ahli kitab dan orang-orang farisi telah menjadikan hukum sebagai beban, padahal seharusnya merupakan pelayanan (bdk. Mat 23:4; Mrk 2:27). 
 
Yesus juga menolak setiap hukum dan penafsiran yang digunakan untuk menindas orang. 
 
Menurut Yesus, hukum harus berciri pelayanan, belas kasih, clan cinta. 
 
Dalam Kerajaan Allah, kekuasaan, wewenang, dan hukum melulu fungsional.


3. Kehormatan/gengsi dan Kerajaan Allah
 
Kehormatan atau gengsi adalah nilai yang sangat dipertahankan orang. 
 
Gengsi dan kedudukan sering dianggap lebih penting daripada segala sesuatu. 
 
Orang akan memilih bunuh diri atau berkelahi sampai mati daripada kehilangan gengsi atau harga dirinya. 
Kedudukan dan gengsi/harga diri sering didasarkan pada keturunan, kekayaan, kekuasaan, pendidikan, dan keutamaan. 
 
Akibat adanya gengsi clan kedudukan inilah masyarakat dapat terpecah-pecah di dalam kelompok-kelompok. 
 
Ada kelompok yang memiliki status sosial tinggi dan ada kelompok yang memiliki status sosial rendah. 
 
Sebenarnya, siapa saja yang begitu lekat pada gengsi dan harga diri tidak sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah yang dicanangkan oleh Yesus.
 
Yesus mengatakan: 
 
“Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga (Allah)? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini; kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga” (Mat 18: 1-4). 
 
Anak adalah perumpamaan mengenai “kerendahan” sebagai lawan dari kebesaran, status, gengsi, dan harga diri. Ini tidak berarti bahwa hanya orang-orang dalam kel as tertentu yang akan diterima dalam Kerajaan Allah. 
 
Setiap orang dapat masuk ke dalamnya jika la man berubah dan menjadi sepenti anak kecil (Mat 18: 3;, menjadikan dirinya kecil seperti anak-anak kecil (Mat 18: 4).
 
Kerajaan yang diwartakan dan dikehendaki oleh Yesus adalah suatu masyara­kat yang tidak membeda-bedakan lebih rendah atau lebih tinggi
Setiap orang akan dicintai dan dihormati, 
bukan karena pendidikan, kekayaan, asal usul, ke­kuasaan, status, keutamaan, atau keberhasilan-keberhasilan lain, tetapi 
karena 
ia adalah pribadi yang diciptakan Allah sebagai citra-Nya.
 
4. Solidaritas dan Kerajaan Allah
 
Perbedaan pokok kerajaan dunia dan Kerajaan Allah bukan karena keduanya mempunyai bentuk solidaritas yang berbeda. 
 
Kerajaan dunia sering dilandaskan pada solidaritas kelompok yang eksklusif (suku, agama, ras, keluarga, dan sebagai­nya) dan demi kepentingan sendiri. 
Sementara, 
 
Kerajaan Allah dilandasi solidaritas yang mencakup semua umat manusia. “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesama manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5: 43-44). 
 
Dalam kutipan ini, Yesus memperluas pengertian “saudara”. Saudara tidak hanya teman, tetapi juga mencakup musuh: 
  • “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu, berdoalah untuk orang yang mencdci kamu” (Luk 6: 27-28). 
  • “Dan jika kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka” (Luk 6: 32). 
 
Solidaritas kelompok (mengasihi orang yang mengasihi kamu) bukanlah solidaritas menurut Yesus. 
 
Solidaritas yang dikehendaki oleh Yesus adalah 
soli­daritas terhadap semua orang 
tanpa memandang bulu, 
termasuk juga musuh.

No comments:

Post a Comment