Selamat Datang

Selamat Datang di Blog ini bersama R. Slamet Widiantono ------**------ TUHAN MEMBERKATI -----* KASIH ITU MEMBERIKAN DIRI BAGI SESAMA -----* JANGAN LUPA BAHAGIA -----* TERUS BERPIKIR POSITIF -----* SALAM DOA -----* slammy

Tuesday, September 24, 2019

PERKAWINAN KATOLIK : PAHAM DASAR GEREJA

“Dengan perjanjian perkawinan pria dan wanita membentu antara mereka kebersamaan seluruh hidup; dari sifat kodratinya perjanjian itu terarah pada kesejahteraan suami-isteri serta kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan perjanjian perkawinan antara orang-orang yang dibaptis diangkat ke martabat Sakramen.” (Kan. 1055 $ 1)

a. Perjanjian Perkawinan
 

Perkawinan itu dari kodratnya adalah suatu perjanjian (covenant, foedus). 
Dalam tradisi Yahudi, perjanjian berarti suatu “agreement” (persetujuan) yang membentuk (menciptakan) suatu hubungan sedemikian rupa sehingga mempunyai kekuatan mengikat sama seperti hubungan antara orang-orang yang mempunyai hubungan darah. 
Konsekwensinya, hubungan itu tidak berhenti atau berakhir, sekalipun kesepakatan terhadap perjanjian itu ditarik kembali. 
 Berdasarkan pilihan bebas dari suami-istri, suatu perjanjian sesungguhnya akan meliputi relasi antar pribadi seutuhnya yang terdiri dari hubungan spiritual, emosional dan fisik.
 
b. Kebersamaan Seluruh Hidup

Dari kodratnya perkawinan adalah suatu kebersamaan seluruh hidup (consortium totius vitae. “Consortium”, con = bersama, sors = nasib, jadi kebersamaan senasib.
Totius vitae = seumur hidup, hidup seutuhnya).
Ini terjadi oleh perjanjian perkawinan. Suami istri berjanji untuk menyatukan hidup mereka secara utuh hingga akhir hayat (bdk. janji Perkawinan).

c. Antara Pria dan Wanita

Pria dan wanita diciptakan menurut gambaran Allah dan diperuntukkan satu sama lain, saling membutuhkan, saling melengkapi, saling memperkaya. Menjadi “satu daging” (Kej 2:24).

d. Sifat Kodrati Keterarahan kepada Kesejahteraan Suami-Istri (Bonum Coniugum)

Selain tiga “bona” (bonum = kebaikan) perkawinan yang diajarkan St. Agustinus, yakni
(a) bonum prolis: kebaikan anak, bahwa perkawinan ditujukan kepada kelahiran dan pendidikan anak,
(b) bonum fidei: kebaikan kesetiaan, menunjuk kepada sifat kesetiaan dalam perkawinan, dan
(c) bonum sacramenti: kebaikan sakramen, menunjuk pada sifat permanensi perkawinan; Gaudium et Spes no. 48 menambah lagi satu “bonum” yang lain, yakni bonum coniugum (kebaikan, kesejahteraan suami-istri).

e. Sifat Kodrati Keterarahan kepada Anak

Perkawinan terbuka terhadap kelahiran anak dan pendidikannya. KHK 1983 tidak lagi mengedepankan prokreasi sebagai tujuan pertama perkawinan yang mencerminkan tradisi berabad-abad sejak Agustinus, melainkan tanpa hirarki tujuan-tujuan menghargai aspek personal perkawinan dan menyebut lebih dahulu kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum)

No comments:

Post a Comment